Medan, Sumatera Utara - Mantan Wakoorbid PP DPD Partai Golkar Sumut, Sahlul Umur Situmeang, secara tegas dan blak-blakan soal Partai Golkar Sumut di bawah kepemimpinan Musa Rajekshah (Ijeck) yang mulai bergejolak. Hal itu, ia katakan bermula dari perbuatan oknum sekretaris yang diduga melanggar aturan dan mekanisme organisasi di dalam tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.
Selain itu, Sahlul juga menuding tindakan oknum Sekretaris Partai Golkar Sumut merupakan abuse of power atau mengangkangi wewenang Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto. Bahkan, menurutnya, Partai Golkar Sumut saat ini minim konsolidasi. Lalu, Ia katakan, oknum sekretaris Golkar Sumut, Ilhamsyah diduga banyak melakukan pelanggaran administrasi, dan peraturan organisasi partai.
Tidak hanya itu saja, ia juga katakan, bahwa sekertaris tersebut kerap bertindak arogan dan merasa paling pintar, padahal baru kemarin jadi pengurus Partai Golkar.
“Seharusnya, dia mengayomi sesama pengurus, tidak memecah belah apalagi memusuhi pengurus. Seharusnya juga dia memungsikan pengurus sesuai tupoksinya. Tetapi faktanya, dia malah berupaya memecah belah pengurus. Lantas bagaimana kita ingin mencapai target partai ini kalau sesama pengurus sudah saling menyakiti,” kata Sahlul kepada awak media, Senin (20/06/2022).
Ia juga menilai, Ilhamsyah sangat tidak mampu melaksanakan konsolidasi partai dengan baik dan bijak. Pertama, pelaksanaan Rakerda dan Rapimda Partai Golkar tahun 2021 tidak berjalan. Sudah setahun lebih, hanya dua DPD yang melaksanakan Rakerda, yakni Tapsel dan Dairi.
Kemudian mantan ketua DPRD Kota Sibolga itu juga menuturkan, poin kedua perihal pengangkatan Plt-plt Ketua DPD kabupaten/kota tidak proporsional dan profesional. Contohnya, di Kabupaten Nias Barat, Plt Ketua DPD-nya adalah seorang pegawai sekretariat DPD.
“Baru seminggu menjabat Plt langsung melaksanakan Musda, bukan membenahi struktur partai dulu baru Musda, sehingga terkesan terburu-buru dan kualitas pengurus partai tidak sesuai harapan. Terbukti sampai sekarang tidak ada kegiatan apa pun di Nias Barat, meski sudah 4 bulan terpilih sebagai ketua Golkar,” pungkasnya.
Bahkan, ia juga jelaskan, ada oknum yang belum punya pengalaman apa-apa di Partai Golkar tiba-tiba sudah jadi Plt Ketua. Padahal, masih banyak kader senior dan jabatannya koorbid dan wakil-wakil ketua, tetapi mereka tidak dipercayai dan difungsikan.
Lanjutnya mengatakan, poin ketiga soal pelaksanaan musda-musda kabupaten/kota yang digelar di Kota Medan antara lain, Deliserdang, Tanjungbalai, Nias Barat, Tapteng. Sementara, Kabupaten Labura digelar di Parapat, Kabupaten Simalungun.
“Ironis, di beberapa daerah, ada oknum yang belum memenuhi syarat menjadi ketua DPD Partai Golkar kabupaten/kota. Salah satu contoh Kabupaten Tapteng, ketua terpilih tidak memenuhi syarat. Hanya 2 tahun jadi pengurus transisi, kemudian diloloskan jadi Ketua DPD Golkar Tapteng tanpa mendapatkan diskresi dari ketua umum. Ini namanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang karena tindakan tersebut sudah mengangkangi kewenangan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto,” ujarnya.
Seharusnya, ia menuturkan, musda-musda kabupaten/kota ini dilaksanakan di daerah masing-masing, karena ini adalah upaya pengembangan sekaligus konsolidasi partai di tingkat kabupaten/kota, sehingga masyarakat di daerah itu mengetahui bahwa Golkar melaksanakan Musda.
“Kecuali Musda tersebut tidak dapat dilaksanakan karena situasi yang tidak kondusif di daerah itu, barulah dilaksanakan di provinsi. Karena kalau Musda yang dilaksanakan di provinsi, terindikasi ada unsur rekayasa oleh pihak tertentu dan hasilnya tidak berkualitas,” ucapnya.
Selanjutnya, ia sampaikan poin keempat, bahwa pelaksanaan rapat revitalisasi yang dilaksanakan Partai Golkar Sumut dan telah mengeluarkan hasil revitalisasi adalah cacat hukum. Berhubung saat pelaksanaan rapat pleno revitalisasi tersebut tidak dihadiri unsur pengurus satu tingkat di atasnya (DPP Partai Golkar).
Hal itu merujuk peraturan petunjuk pelaksanaan DPP Partai Golkar tahun 2015 nomor: Juklak-14/DPP/Golkar/XII/2011, huruf B, tentang ketentuan dan waktu pelaksanaan revitalisasi. Bahwa, revitalisasi kepengurusan harus ditetapkan di dalam rapat pleno partai sesuai dengan tingkatannya dan harus dihadiri oleh unsur pengurus satu tingkat di atasnya dengan tetap berpedoman pada peraturan organisasi yang berlaku.
Tujuan revitalisasi dilakukan dengan memperhatikan keberlanjutan program promosi kader penyegaran dan penghargaan bagi kader berprestasi, bukan untuk membuang atau mengganti pengurus yang masih aktif, atau karena hanya kebencian pribadi sesama pengurus, maka pengurus tersebut dibuang begitu saja.
“Revitalisasi ini juga sebenarnya kalau mau mengganti orang, maka orang itu dinyatakan sudah pindah partai, meninggal dunia, sakit permanen, tidak aktif, serta mendapatkan keputusan pengadilan yang sedang dicabut hak politiknya,” kata Sahlul. (Ayr)
Load more