Medan, Sumatera Utara - Jemaat Gereja meminta Pendeta Romundang Sitorus dipindahkan dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pabrik Tenun.
Hal itu berlangsung ketika seorang Pendeta bernama Romundang Sitorus menaiki mimbar. Satu persatu, jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun keluar ruangan Gereja.
Terlihat pada prosesi ibadah berlangsung, sejumlah Polisi dan Satpol PP tanpak berjaga-jaja di halaman Gereja.
Jemaat Gereja HKPB Pabrik Tenun, Benhur Marpaung, mengatakan bahwa aksi itu dilakukan karena para jemaat merasa telah dibohongi oleh pengkhotbah.
"Buat apa kita menghadiri ibadah, jika pengkhotbah selalu melakukan kebohongan dan selalu berlawanan dengan hati nurani kita. Secara hati nurani, kami para jemaat tidak pernah setuju atas kehadiran beliau, dikarenkan sudah begitu banyak masalah yang beliau timbulkan," katanya.
Selaku jemaat, Benhur Marpaung sangat menyesalkan atas tindakan Pendeta Romundang Sitorus yang selalu tanpa musyawarah menetapkan kepengurusan Gereja.
"Yang saya lihat seperti pengangkatan bendahara huria, sekretaris huria dan pengurus gerja lainnya. Dia nyatakan itu sudah melalui rapat, padahal mereka diangkat sebelum rapat huria, itukan suatu kebohongan.
Melihat tindakan pendeta tersebut yang dinilai arogan atau semena-mena tanpa musyawarah saat mengambil keputusan, jemaat gereja meminta sang Pendeta dipindahkan dari HKBP Pabrik Tenun.
"Intinya satu, dia dipindahkan dari HKBP ini," tegasnya.
Kuasa Hukum Jemaat, Dwi Ngai Sinaga menjelaskan, bahwa pengamanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada Gereja HKBP Pabrik Tenun dinilai sudah sangat berlebihan.
"Jemaat ini bukan penjahat. Lihat pengamanannya luar biasa, ini sudah berjalan 2 bulan," tuturnya.
Lebih lanjut Kuasa Hukum Jemaat mengungkapkan, para jemaat sudah lama menunggu tindakan Ephorus HKBP. Kenyamanan ibadah sangat dinanti para jemaat.
"Sudah 2 bulan jemaat menunggu respon dari Ephorus HKBP, kenapa tidak tanggap dengan hal begini. Gereja berdiri itu karena jemaat, maunya pemimpin paling atas memahami apa keluhan jemaat," ungkapnya.
Dwi Ngai Sinaga membeberkan, pada tanggal 21 Mei 2022, jemaat ditangkapi seperti teroris. Penjagaan gereja oleh polisi, satpol pp dan para kepala lingkungan (kepling) dinilai telah menciptakan suasana yang mencekam.
"Kenapa jemaat ditangkapi seperti teroris dan hingga hari ini juga, gereja dijaga polisi, satpol pp dan kepling. Teroris sekalipun tidak begini caranya, tempat - tempat maksiat sana, tidak begini pengamanannya," bebernya.
Masih kata Dwi Ngai Sinaga, petinggi HKBP terkesan tutup mata. Seharusnya mereka cepat mengambil sikap dengan adanya Komflik HKBP Pabrik Tenun.
"Kita meminta kepada Petinggi HKBP untuk mengambil sikap, bukan tanpa sebab, kita punya data. Apabila tidak ada respon dari petinggi HKBP, jemaat ini akan tempuh jalur hukum," tutupnya.
Terpisah, Utusan Sinode Godang HKBP, yang juga Pengurus Yayasan Univ HKBP Nommensen, Drs. Godfried Effendi Lubis, MM, saat dikonfirmasi via telepon mengatakan sangat menyayangkan atas terjadinya konflik internal gereja HKBP Pabrik Tenun tersebut.
"Diharapkan kepada jemaat, seharusnya diikuti kebabtisan secara kusuk, yang memang sudah ada acara ritualnya, jangan setengah jalan keluar, itu namanya etika tidak baik," sebutnya.
Drs. Godfried Effendi Lubis, MM menerangkan bahwa konflik yang terjadi di Gereja HKBP Pabrik tenun, merupakan persoalan organisasi dan tidak ada sangkut paut dengan ibadah.
"Acara ritual dengan konflik organisasi harus dipisah, kebabtisan itu sakral, jangan digabung dengan konflik organisasi. Yang diprotes ini kan susunan organisasi kepengurusan seperti penempatan seorang pendeta, jangan kotori tempat ibadah. Saya harap Pendeta Romundang Sitorus dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam mengatasi konflik organisasi ada, sebaiknya bisa dimediasi oleh setingkat lebih tinggi dari HKBP seperti Distrik," (ayl/ebs)
Load more