Kepulauan Riau- Sengketa kapal tanker MV Seniha kembali mencuat setelah Bareskrim Polri kembali menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Perkara (SPDP) ke Kejaksan Tinggi (Kajati) Kepuluan Riau.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya kliennya terbukti tidak memiliki kesalahan dalam kasus itu.
Hal tersebut lantaran dalam masa proses penyelidikan selama 60 hari, jaksa dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani perkara tidak menemukan cukup bukti.
"Atas hal itu, jaksa mengembalikan berkas ke Bareskrim Polri dan memberikan petunjuk-petunjuk yang harus dilengkapi serta kedua klien kami dilepaskan karena habisnya masa tahanan selama 60 hari dan Kejagung yang menangani perkara ini tidak menemukan cukup bukti," ujar Indra saat memberikan pernyataannya di kawasan Batam Center, Sabtu (9/7/2022).
Permasalahan ini kembali bergulir lanjut Indra, ketika pihaknya mendapati surat pemberitahuan dari Kejati Kepri bahwa Bareskrim Polri kembali menerbitkan SPDP ke Kejati Kepri Nomor SPDP B/53.5a/VI/2022/Dittipidum pada 28 Juni 2022 lalu.
Dalam penerbitan SPDP oleh Bareskrim Polri ke Kejati Kepri, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan yang terjadi, di mana seharusnya SPDP tersebut diserahkan Bareskrim Polri ke Kejagung, bukan ke Kejati Kepri.
"Mengacu Surat Edaran (SE) Kejagung Nomor 9 Tahun 2022, ketika kami pelajari ternyata dalam SE itu disampaikan bahwa terdapat kriteria yang dapat dilimpahkan ke Kejati dan kriteria perkara yang harus dilimpahkan ke Kejagung dan berdasarkan SE Nomor 9 Tahun 2022, poin ke-5 huruf B bagian 2,4 dan 6 idealnya SPDP klien kami diserahkan ke Kejagung," tegasnya.
Tidak berhenti disitu, pihaknya juga menemui kejanggalan ketika Kejagung mengembalikan berkas perkara ke Bareskrim Polri dan memberikan beberapa petunjuk untuk melengkapi berkas perkara, namun Bareskrim Polri menerbitkan SPDP ke Kejati Kepri.
"Menurut pengamatan kami, berkas ini sudah dikembalikan dengan petunjuk-petunjuk dari penyidik Kejagung, tapi entah mengapa penyidik Bareskrim Polri terbitkan surat SPDP ke Kejati Kepri."
"Tidak hanya itu, perkara ini secara perdata juga sudah dua kali inkracht dan sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi entah mengapa ini terus bergulir dan membuat klien kami merasa dirugikan," ungkapnya.
Atas berbagai kejanggalan yang didapati itu, pihaknya mengambil langkah untuk menyurati Jaksa Agung RI, Dr Burhanuddin SH. MH dan juga Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo,
"Kepada Kajagung RI, Jaksa Agung Pak Burhanuddin, kami berharap adanya objektifitas dan netralitas yang dapat diberikan kedalam perkara ini dan diharapkan atensinya. Karena ini sangat tanda tanya besar untuk kami dan karena sebelumnya Kejagung kembalikan berkas karena kurangnya bukti-bukti."
"Kami harapkan jika memang berjalan lagi ya ke Kejagung, sedangkan untuk Pak Kapolri Listyo Sigit Prabowo kami berharap agar ada objektifitas dan netralitas dalam penanganan perkara ini karena jika sesuatu yang tidak bisa memenuhi unsur pidananya, harus legowo karena klien kami merasa tidak adanya kepastian hukum hingga saat ini," jelasnya.
Lebih jauh Indra menjelaskan bahwa pihaknya juga meminta perlindungan hukum atas perkaran yang di alami kliennya.
"Intinya kami meminta perlindungan hukum kepada bapak Kapolri yang terhormat dan bapak Jaksa Agung yang terhormat atas penerbitan SPDP kembali atas klien kami," lanjutnya.
Diwaktu yang sama, BRN sebagai terlapor meminta kepastian hukum terkait permasalahan yang tengah berlangsung dan berharap adanya kepastian hukum terkait permasalahan ini.
"Kami itu sudah dipenjara, mau berapa kali lagi dipenjara, ada apa ini. Harapan saya ini cepat selesai biar ada kepastian hukumnya," tutupnya. (ahs/ree)
Load more