Kemudian kegiatan tahun jamak menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah pekerjaan satu kesatuan yang menghasilkan satu keluaran.
"Kalau lokasi pekerjaan berada di 25 kabupaten/kota, itu namanya bukan kegiatan satu kesatuan yang menghasilkan satu keluaran," ucapnya.
Sayangnya, ia katakan, Pemprovsu bersikukuh melanjutkan pelelangan meski cenderung melanggar peraturan yang ada. Alasannya, sudah berkonsultasi dengan KPK dan institusi lainnya. Kemudian, dalam dokumen lelang tercantum persyaratan bahwa adanya progres pekerjaan hingga 67 persen sampai akhir tahun 2022.
"Persyaratan ini tentunya membuat banyak peserta lelang angkat tangan untuk ikut. Mengingat persyaratan tersebut tidak akan terpenuhi, apalagi ada persyaratan jaminan ketersediaan keuangann sebesar Rp 1,48 triliun oleh rekanan," paparnya.
Untuk itu pihaknya mendorong Gubsu untuk fokus saja pada tugas pengelolaan pemerintahan yang saat ini masih banyak pekerjaan rumah. Diketahui memang ada sejumlah hal yang perlu percepatan kerja dari Gubsu seperti pelantikan Sekdaprovsu, Walikota Pematang Siantar dan Wali Kota Tanjungbalai belum juga dilakukan. Padahal SK Mendagri sudah diterima Gubsu.
Kemudian pengisian jabatan eselon 2 belum juga tuntas, karena masih banyak yang dijabat Pelaksana Tugas (Plt). Kondisi ini praktis, karena sejak menjabat Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah pada September 2018, atau 4 tahun, kabinet pemerintahannya tidak pernah lengkap dengan pejabat defenitif.
Seperti diketahui tudingan Edy itu disampaikan saat Rapat Koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Langkat, Rabu (10/8/2022).
Load more