Medan, Sumatera Utara - Seluas 7.904 hektare (ha) dari 67.586 ha total luas hutan mangrove (bakau) Sumatera Utara (Sumut) akan direhabilitasi selama kurun waktu 2 tahun (2023-2025).
Jumlah tersebut merupakan bagian dari kegiatan percepatan rehabilitasi hutan mangrove nasional yang dilakukan pihak Badan Rehabilitasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melalui program Mangrove For Coastal Relesience (M4CR) dengan target lahan seluas 75 ribu ha di empat provinsi.
“Secara nasional program M4CR berlokasi di empat provinsi, yakni penanaman di Sumatera Utara seluas 7.904 hektare, Riau 5.866 hektare, Kalimantan Utara 25.543 hektare dan Kalimantan Timur 35.687 hektare,” ungkap Kepala Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut, Jonni Akim Purba, di ruang kerjanya Jalan SM Raja Km 5,5 No 14 Medan, Selasa (10/01/2023) siang.
Di Sumut, lanjutnya, sebanyak 88 desa di 31 kecamatan dalam wilayah 12 kabupaten/kota, ditetapkan sebagai lokasi M4CR, masing-masing Langkat (4.874 ha), Deliserdang (1.322 ha), Serdangbedagai (307 ha), Batu Bara (110 ha), Asahan (37 ha), Labuhanbatu Utara (394 ha), Labuhanbatu (232 ha), Mandailing Natal (35 ha), Tapanuli Tengah (12 ha), Nias Utara (169 ha), serta Kota Medan (364 ha) dan Gunungsitoli (15 ha).
Ditargetkan, sebanyak 338 kelompok dilibatkan dalam program ini, dimana setiap kelompok yang mengelola minimal 5 ha lahan mangrove terdiri atas 10 orang.
“Kelompok ini akan dilatih menanam sekaligus merawat mangrove serta dibayar dari anggaran BRGM, sehingga diharapkan masyarakat bisa menyadari akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan mereka,” papar Jonni Akim yang saat itu didampingi Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Roswarnida.
Ia menilai, program M4CR dianggap penting karena seluas 42.546 hektare dari 67.586 hektare total keseluruhan hutan mangrove di Sumatera Utara. Padahal, beragam manfaat dari keberadaan hutan mangrove yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya menjadi sarang bagi biota laut seperti ikan dan kepiting, bisa dijadikan obyek ekowisata, serta terhindar dari abrasi.
Satu hal penting lainnya, hutan bakau efektif menyerap emisi karbondioksida dibanding hutan hujan ataupun lahan gambut.
“Emisi karbondioksida yang berasal dari asap kendaraan dan pabrik itu membuat bumi semakin hangat dan mendorong terjadinya perubahan iklim,” ucapnya.
Jonni Akim mengklaim, menjelang akhir tahun 2022, pihak Dishut Sumut telah melakukan sejumlah survei lokasi berikut sosialisasi kepada masyarakat setempat, sebelum memulai aksi penanaman di tahun 2023.
Hal ini sesuai dengan empat komponen kegiatan yang direncanakan pihak BRGM sebelumnya. Empat komponen kegiatan dimaksud, yakni penguatan kebijakan dan institusi untuk pengelolaan mangrove, rehabilitasi dan pengelolaan lanskap mangrove berkelanjutan, pengembangan mata pencaharian untuk komunitas mangrove, serta terakhir, manajemen kegiatan.
“Sebagai tahap awal, yakni tahun 2023, akan direhabilitasi seluas 3.190 hektare hutan mangrove di sembilan kabupaten/kota,” tutur Jonni Akim.
Ditambahkannya, kesembilan kabupaten/kota itu seperti Langkat (1.533 ha), Deliserdang (380 ha), Serdangbedagai (278 ha), Batu Bara (35 ha), Labuhanbatu Utara (266 ha), Labuhanbatu (232 ha), Mandailing Natal (37 ha), Nias Utara (33 ha) dan Kota Medan (397 ha). Lalu tahun berikutnya, yakni 2024, target rehabilitasi seluas 2.759 ha dan pada 2025 seluas 1.955 ha.
“Kita berharap, program M4CR ini mampu memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar lokasi penanaman mangrove,” ucapnya mengakhiri. (SGH/LNO)
Load more