Cak Ta'in mengungkapkan, DJPL pascatambang tersebut seharusnya disetor perusahaan dalam jumlah triliunan rupiah, jika dihitung dan diterapkan secara benar.
"Diduga ada konspirasi dan toleransi dengan kompensasi antara Bupati Bintan saat itu dan para pengusaha tambang di Bintan agar bisa membayar setoran DJPL sebatas gugur kewajiban dan mendapatkan ijin eksplorasi tambang," ungkapnya.
Cak Ta'in Komari menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi yang mereka lakukan pada pertengahan Desember 2022 menunjukkan sejumlah lahan bekas tambang dibiarkan rusak tanpa dilakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan.
"Sehingga menjadi pertanyaan besar hilangnya DJPL pascatambang yang disetor di BPR Bintan yang hampir setiap akhir tahun kasnya kosong," ungkapnya.
Lebih jauh, Cak Ta'in mengatakan bahwa Bupati Bintan saat ini, Roby Kurniawan, yang adalah anak kandung Gubernur Kepri Ansar Ahmad tiba-tiba membuat program Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan bantuan dari KLH dan menggunakan APBD.
Hal ini, menurutnya, tentu memperkuat dugaan adanya korupsi terhadap DJPL pascatambang mengingat dana itu tidak ada kejelasan penggunaan dan posisinya.
"Bahwa kewajiban melakukan reklamasi dan rehabilitasi lingkungan bekas tambang seharusnya ada ditangan pengusaha tambang, kalau pemerintah yang melakukan harusnya menggunakan DJPL yang sudah disetor bukan menggunakan APBD atau bantuan pihak lain," ucapnya.
Load more