Sleman, tvOnenews.com - Sampah kerap menjadi persoalan yang dapat menimbulkan masalah. Hal itu pula yang awalnya terjadi di Dusun Sangurejo, Kalurahan Wonokerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman.
Namun kini kampung Sangurejo telah bertransformasi menjadi salah satu Program Kampung Iklim (ProKlim) di Indonesia. Kampung yang berada tak jauh dari Gunung Merapi itu bahkan menjadi satu di antara sembilan Kampung Pramuka di DIY yang diresmikan Desember 2022 lalu.
ProKlim adalah program berwawasan iklim dan lingkungan yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam pelaksanaannya, KLHK menggandeng pemerintah daerah (Pemda) sebagai eksekutor, dan masyarakat umum sebagai partisipan aktif.
Dukuh Sangurejo, Sehadi mengakui dahulu wilayahnya termasuk kampung yang padat penduduk, miskin, dan juga kumuh.
"Kalau ini kita biarkan, saya rasa juga akan berdampak sangat buruk terhadap anak cucu kami," katanya usai deklarasi Kampung ProKlim di Embung Kaliaji, Turi, Minggu (26/2/2023).
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Sehadi bersama warga mencoba menghilangkan stigma kampung kumuh tersebut. Kebetulan mereka mendapat pendampingan dari Pemda DIY, Pemkab Sleman, dan juga Fakultas Kehutanan UGM.
Cara sederhana pertama yang dilakukan adalah dengan membuang sampah secara benar. Warga yang kebanyakan memiliki pekarangan rumah diminta membuat lubang untuk membuang sampah.
"Minimal membuat lubang sampah di masing-masing pekarangan. Tolong sampah-sampah yang organik masukkan ke lubang itu, sederhana sekali, itu untuk membuat tanah kita menjadi subur," terangnya.
Selain itu, Sehadi juga mengedukasi warganya agar tidak membakar sampah, utamanya sampah anorganik. Kemudian dia mengajak para pemuda di kampung tersebut untuk mengelola sampah agar bernilai jual.
"Kedua, tolong tidak membakar sampah, dan kita gerakkan dari potensi anak mudanya juga kita libatkan, terutama nanti untuk pengelolaan sampahnya, biar dipilah, dijual, buat untuk kerajinan. Sehingga Insya Allah tujuan kita tercapai dan anak cucu kami yang akan menerima manfaatnya," ujarnya.
Berkat kemampuan mengelola sampah, Kampung Sangurejo akhirnya bisa mendeklarasikan diri menjadi kampung ProKlim.
"Mudah-mudahan program seperti ini nanti bisa meluas ke seluruh masyarakat di wilayah Yogyakarta dan pada umumnya di Indonesia. Sehingga nanti setidaknya di wilayah kita bisa bersih, banyak pohon yang tumbuh, dan juga pelestarian sumber airnya bisa terjaga," harap Sehadi.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Atus Syahbudin menjelaskan, pihaknya ikut mendampingi terbentuknya Kampung ProKlim Sangurejo sejak 2 tahun lalu. Mulai dari menanam pohon, pengelolaan sampah, dan ke depan akan melakukan pendampingan batik ecoprint serta biopori.
"Mereka sudah memulai dari yang awalnya kampung terbatas menjadi kelompok desa wisata dan Desember lalu menjadi kampung Pramuka," ungkapnya.
Sementara itu, Staf Ahli Gubernur DIY bidang Sosial Budaya dan Kemasyarakatan, Etty Kumolowati mengatakan perubahan iklim sudah di depan mata. Sehingga perlu kesadaran masyarakat untuk mencegah percepatan perubahan iklim tersebut.
"Tidak hanya oleh orang-orang yang kita sebut tua tapi justru kita akan menggerakkan generasi muda," pungkasnya. (Apo/Buz).
Load more