Gunungkidul, tvOnenews.com - Tradisi brandu diduga menjadi penyebab penularan antraks yang terjadi di Gunungkidul, Yogyakarta. Tradisi brandu di Gunungkidul merupakan kebiasaan warga lokal sebagai wujud solidaritas dengan menyembelih sapi yang sakit atau mati.
Daging dari hewan yang disembelih tersebut, kemudian dibagi-bagikan atau dijual murah, untuk meringankan beban pemilik yang ternaknya mati.
Kabid Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul, Retno Widyastuti mengatakan, tradisi brandu sebenarnya adalah tradisi yang bertujuan baik.
“Pemilik ternak kan sebenarnya tidak ingin rugi saat hewan ternaknya mati. Akhirnya ia merelakan hewannya disembelih saat sekarat lalu menjual dagingnya dengan harga murah,” kata Retno, Kamis (13/7/2023).
Brandu, menurut Retno, merupakan tradisi lokal di Gunungkidul, dan brandu itu macam-macam, tergantung penyebabnya. Bahkan terkadang ternak yang mengalami keracunan dan dalam kondisi sekarat atau bahkan sudah mati akan disembelih.
Dijelaskan, untuk kasus di Dusun Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu lalu, ternak diketahui sudah mati terlebih dulu sebelum akhirnya disembelih dan dibagikan.
"Jangka waktu sapi mati dengan penyembelihan hanya dalam hitungan jam. Saya dapat informasi dari warga seperti itu. Jadi saat disembelih kondisi sapi sudah mati duluan. Katanya satu paket dijual Rp. 45 ribu, dan uangnya dikasihkan ke pemilik yang ternaknya dibrandu," jelasnya.
Meski tujuan nya baik, namun jika ternak yang dibrandu mati mendadak akibat antraks sama saja merugikan dan hanya akan menyebarkan antraks.
"Begini, kalau ternak terkena antraks itu dipotong, bakteri yang ada di darah akan mengalir keluar dan menjadi spora. Spora ini bisa bertahan 40-80 tahun di tanah. Jadi kalau 1 meter persegi tanah yang terkontaminasi spora harus direndam dengan 50 liter formalin," terangnya.
Saat ini, Pemkab Gunungkidul masih mengkaji kebijakan khusus memberikan ganti rugi kepada hewan ternak yang mati akibat terpapar antraks. Selain itu, sosialisasi untuk meninggalkan tradisi rrandu hewan yang sudah mati juga terus digencarkan, agar kasus serupa tidak terjadi lagi. (ldhp/buz)
Load more