Acara UNESCO ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta, termasuk para perwakilan dinas pemerintah, pembatik, siswa, guru, komunitas pegiat isu isu disabilitas, kelompok perempuan dan perwakilan dari sektor swasta, semuanya berkomitmen untuk melestarikan dan mempromosikan warisan hidup.
Pameran ini menampilkan karya-karya terpilih dari para wirausaha muda dan pembatik kreatif, termasuk para pengrajin penyandang disabilitas dari Jawa Tengah dan Yogyakarta, peserta program Creative Youth at Indonesian Heritage Sites yang didukung oleh Citi Foundation.
Dwi Agung Hernanto, Kepala UPT Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis, Dinas Kebudayaan kota Yogyakarta, dalam sambutannya menyatakan apresiasi atas acara ini.
"Apalagi Yogyakarta, yang dengan Sumbu Filosofinya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia bulan September 2023 ini oleh UNESCO, juga kaya akan warisan budaya tak benda termasuk batik, gamelán dan keris" kata Dwi Agung Hernanto.
Sementara itu Anathasia Cita Rismawanti, Guru Seni Tari, dari SLB 2 Yogyakarta yang juga menghadiri workshop batik kolektif bersama murid-murid SD yang lain dari Yogyakarta menyampaikan apreasiasinya atas kegiatan tersebut.
“Acara ini sangat menarik dan berguna, terutama untuk murid-murid kami dari SLB 2 Yogyakarta karena acara ini memberi ruang kreatif untuk murid-murid yang berkebutuhan khusus, kami apresiasi dan semoga terus ada acara–acara inklusi seperti ini kedepannya.” kata Anathasia.
Berdasarkan data Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian, ada sekitar 3.159 unit usaha batik yang tercatat di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, industri batik skala besar-sedang berjumlah 208 unit (tahun 2021), dan usaha batik skala mikro-kecil menengah berjumlah 2.951 unit (tahun 2021).
Untuk lebih merayakan Perayaan 20 tahun Warisan Budaya Takbenda, para peserta diundang untuk bergabung dengan kampanye media sosial global UNESCO, dengan tagar #LivingHeritage. (nur/buz)
Load more