Selanjutnya, kenaikan UMP yang tak signifikan ini membuat buruh di Yogyakarta tetap dalam ancaman tuna wisma atau tidak dapat membeli rumah. Sebab harga kredit rumah terlalu mahal untuk bisa dicicil dengan UMP DIY.
Juga tidak membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sebab, dengan upah murah, buruh DIY tidak mempunyai daya beli tinggi. Sehingga buruh tidak akan membayar pajak lebih tinggi atas konsumsi atau pengeluaran mereka.
"Karena itu, kami mendesak Gubernur DIY untuk merevisi UMP DIY 2024 di angka Rp 3,7 juta dan Rp 4 juta," tegas Irsad.
Dengan tidak ada kenaikan UMP yang istimewa, lanjutnya, tidak ada kejutan dan hadiah bagi buruh menjelang pemilu 2024. Sehingga istilah pemilu adalah pesta demokrasi menjadi tidak relevan, karena produksi kebijakan pengupahan hasil pemilu tetap berorientasi upah murah.
"Deklarasi pemilu damai 2024 yang juga baru saja dilaksanakan pada hari ini juga pada akhirnya tidak terasa kebermanfaatannya bagi buruh," ucapnya. (scp/buz)
Load more