Yogyakarta, tvOnenews.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X menyerukan Jogja Istimewa tanpa kekerasan dalam memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HAKTPA).
Seruan ini sebagai bentuk kepedulian dan keberpihakan terhadap korban kekerasan.
Berdasarkan Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 didapati bahwa 26,1 persen atau 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun menyatakan telah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya.
Sementara dari laporan Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY menunjukkan adanya 1.282 korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani selama 2022.
Angka tersebut memperlihatkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY masih terjadi secara signifikan.
Kasus kekerasan inilah yang berpotensi mengancam kesejahteraan manusia di DIY.
"Pada puncak peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap perempuan dan anak 2023 yang juga telah kampanye 16 hari anti kekerasan, saya mengajak seluruh komponen baik pemerintah dan masyarakat untuk mempertegas makna tema meneguhkan Jogja Istimewa tanpa kekerasan," kata Sri Sultan, Senin (27/11/2023).
Sekarang ini, sudah tersedia fasilitas komunikasi untuk penyaluran laporan bantuan seperti telepon sapa 129 dan nomor Unit Pelayanan Tekni Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di DIY dan Kabupaten/Kota.
Upaya preventif juga telah disediakan melalui konseling sahabat anak dan keluarga (DESAGA) serta pusat pembelajaran keluarga (PUSPAGA) di DIY dan Kabupaten/Kota.
"Dalam momen ini, kita perkuat perdamaian, menghilangkan diskriminasi dan menciptakan lingkungan DIY yang ramah bagi perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya," ucap Sri Sultan.
Ketua FPKK DIY, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan, pihaknya berkonsentrasi penuh terhadap penyediaan rumah aman bagi korban kekerasan.
Keberadaan FPKK menurutnya sebagai wadah kerjasama multisektor serta multi lembaga yang bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan. Mulai dari aparat penegak hukum, OPD, rumah sakit hingga LSM.
"Penanganan korban kekerasan di DIY dilakukan secara berjejaring, didukung oleh mekanisme penjamin pembiayaan bersama berbagai pihak. Mekanisme ini memungkinkan korban kekerasan yang membutuhkan pelayanan medis secara cepat dapat tertangani sesuai dengan kebutuhannya secara gratis," ujar GKR Hemas.
Dalam kegiatan ini, juga dilakukan deklarasi Anti Kekerasan bersama unsur Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), sekolah, pondok pesantren, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II A Yogyakarta dan organisasi perempuan untuk bersama-sama meneguhkan Jogja Istimewa tanpa kekerasan. (scp)
Load more