Yogyakarta, tvOnenews.com - Paniradya Keistimewaan DIY berkolaborasi dengan Sekber Keistimewaan DIY dan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) belum lama ini menggelar program sinau sejarah.
Terbaru, program sinau sejarah bertajuk 'Giyanti Cikal Bakal Yogya' diselenggarakan di SMAN 1 Godean, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sejarawan UGM, Bahauddin menjelaskan, pada pertengahan 1742 terjadi peristiwa pemberontakan pacino yang terjadi di Batavia. Kala itu, orang-orang Cina memberontak terhadap VOC.
Pada awalnya, Sunan Paku Buwana (PB) II memihak kepada pemberontak pacino ini. Tapi, ketika mereka mulai terdesak oleh tentara VOC kemudian Sunan PB II beralih keberpihakan kepada VOC.
Para pemberontak kemudian terdesak lari ke arah timur melalui Pesisir Utara Jawa. Oleh karena itu, sekarang ini kalau melihat di wilayah Tegal, Pekalongan hingga Semarang banyak sekali orang Tionghoa.
"Sampai ke Semarang kemudian ke arah selatan menyerang Keraton Kartasura dan berhasil menduduki keraton itu lalu Sunan Pakubuwana II harus mengungsi ke Ponorogo," kata Bahauddin.
Selanjutnya, Sunan PB II meminta bantuan ke VOC untuk merebut kembali Keraton Kartasura dan mengendalikan kekuasaan Mataram lagi.
Atas bantuan Bupati Cokroningrat dari Madura dan tentara VOC berhasil diambil alih keraton itu.
Akhirnya, setelah VOC menduduki Kartasura karena dalam pameo Jawa kalau keraton sudah diduduki pemberontak itu kramatnya sudah hilang. Kemudian akhirnya Keraton Kartasura pindah ke Surakarta atau Solo.
Kemudian, lanjutnya, VOC minta imbal jasa bantuan itu, termasuk ketika membangun Keraton Kartasura menggunakan uang VOC atau berhutang ke VOC.
Itulah kemudian VOC meminta pesisir Jawa disewa untuk VOC. Kemudian masalah nominal sewa dari Semarang sampai Jakarta akan disewa oleh VOC.
Selanjutnya, perdebatan terjadi antara Adik Sunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi minta 100.000 gulden.
Sementara patihnya, ada 2 patih Sindu rejo dan Pringgoloyo minta 20.000 guldon. Anehnya, Sunan Pakubuwana II milih 20.000 gulden yang lebih murah.
Disini Pangeran Mangkubumi merasa kakaknya lebih dekat kepada VOC dibanding kepada orang Mataram sendiri.
Peristiwa kedua, ketika pada waktu itu terjadi pemberontakan antara Raden Masaid dengan Tumenggung Martapura yang ada di Sukowati, dan tidak ada yang pernah berhasil memadamkan itu. Akhirnya, Sunan PB II minta adiknya, Pangeran Mangkubumi untuk memadamkannya dan berhasil.
Hadiahnya adalah tanah di Sukowati yang sekarang ada di Sragen. VOC ketika meminta timbal jasa juga mengungkit sayembara karena terlalu luas untuk Mangkubumi maka seharusnya dikurangi.
Dua peristiwa besar inilah yang kemudian membuat Pangeran Mangkubumi bahwa VOC harus dilawan. Jadi perang Mangkubumen itu sebenarnya perlawanan Pangeran Mangkubumi terhadap VOC.
Karena dalam berbagai sumber lokal, kata Bahauddin, ketika Mangkubumi keluar dari Keraton Surakarta diberi sangu oleh kakaknya untuk berjuang.
Itu terjadi pada 1746 dimana kekuatan semakin besar dan meluas, hampir sepertiga wilayah Jawa terlibat lalu yang bisa mengalahkan keluasan Perang Mangkubumen hanya Perang Diponegoro.
Korban di kedua belah pihak sudah tidak terhitung dan VOC sadar sekali perang ini sangat menganggu aktivitas utama mereka untuk berdagang di Nusantara.
Oleh karena itu, ada pergantian gubernur yang mampu berkomunikasi dengan Pangeran Mangkubumi.
Akhirnya, terbukalah komunikasi melalui surat perantara sarip besar yang memberi kain kiswah, ka'bah yang sekarang menjadi pusaka di Keraton Yogyakarta yakni Tunggul Wulung. Kalo ada pagebluk, kain itu diarak keliling keraton.
Selanjutnya, pada 1754 September, ada perundingan pendahuluan di Salatiga yang kemudian disepakati beberapa aspek.
"Disepakatilah perjanjian itu akan dilakukan di tempat yang netral, di tengah antara Sukowati dan Surakarta dipilihlah Giyanti. Maka pengikutnya Mangkubumi ke Giyanti bangun pesanggrahan besar, ada pager, Alun-alun kecil termasuk tempat tinggal disitu, diapit dua sungai ini sumber Babat Giyanti. Nah di pendopo itulah dilakukan penandatanganan Giyanti, bukan di atas batu," terang Bahauddin.
Setelah Perjanjian Giyanti, lanjutnya, Mangkubumi ke Mataram. Namun, Raden Masaid yang masih melakukan pemberontakan tidak dilibatkan dalam Perjanjian Giyanti. Letaknya di Timur Giyanti atau sekitar Madiun.
Kemudian setelah mengetahui Giyanti kosong, terus diserang dan dibumihanguskan, makanya tidak ada peninggalan mengenai Pesanggarahan. Kemudian ditanam pohon preh yang menandai Perjanjian Giyanti.
Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra menyebut, ada 2 hal yang menarik dari Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.
Pertama adalah peristiwa politik itu sendiri, dimana Dinasti Mataram terbagi 2 yaitu Kasunanan Surakarta dengan Rajanya Sunan Pakubuwana III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Rajanya Pangeran Mangkubumi yang kemudian pada 13 Maret 1755 memproklamasikan Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana I.
"Ini fase penting terbaginya Mataram baru kemudian muncul Mangkunegaran dan Pakualaman sehingga menjadi 4 keluarga atau disebut catur sagatra," kata Hasto.
Kepala Bagian Pelayanan dan Umum Paniradya Keistimewaan DIY, Ariyanti Luhur Tri Setyarini menyampaikan, program ini sebagai terobosan baru penyebaran informasi sejarah Keistimewaan DIY di luar pelajaran sejarah di sekolah.
Targetnya, melibatkan generasi muda khususnya pelajar. Adapun, sinau sejarah Keistimewaan DIY selalu diwarnai dengan pemutaran video dokumenter, dialog keistimewaan dan penampilan bintang tamu. Adapun agar pelajar merasa ikut memiliki program ini, mereka diberi ruang untuk menampilkan grup musik maupun tari yang ada di sekolahnya.
"Kami juga melibatkan mereka dalam kuis sejarah. Dan sebagai cinderamata, kami memberi buku keistimewaan DIY untuk disimpan di perpustakaan sekolah," kata Ririn sapaan akrabnya.
Sekadar diketahui, sejak Januari 2023, sinau sejarah Keistimewaan DIY sudah pernah diadakan di SMAN 1 Bantul, SMAN 1 Seyegan, SMAN 3 Yogyakarta, SMAN 1 Teladan, SMAN 1 Wonosari, SMAN 7 Yogyakarta, SMA De Britto, SMAN 11 Yogyakarta, SMKN 2 Kasihan dan SMAN 8 Yogyakarta. (buz)
Load more