Yogyakarta, tvOnenews.com - Paguyuban Masyarakat Yogya Pro Demokrasi menggeruduk Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (22/2/2024).
Diawali dengan prosesi arak-arakan massa dari Lapangan Minggiran, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, aksi ini juga dimeriahkan kelompok kesenian marching bleg.
Koordinator Aksi, Indra Setiawan mengatakan, aksi diikuti oleh lintas komunitas non partisan yang menyuarakan aspirasi terkait sejumlah peristiwa kecurangan yang terjadi pada pemilu 2024.
Mulai dari dicoblosinya kertas suara untuk pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden tertentu, maraknya politik uang, penggunaan fasilitas negara oleh pejabat publik, intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat hingga penggelembungan dalam penghitungan suara.
Ditambah, proses rekapitulasi suara melalui Sirekap oleh KPU dituding bermasalah dan sengaja disetting untuk menggelembungkan paslon presiden dan wapres tertentu.
Hal itu yang kemudian menyebabkan kepuasan publik terhadap pelaksanaan pemilu sangat rendah tahun ini.
Suara-suara masyarakat untuk dilakukan pemilu ulang bahkan penolakan hasil pemilu, audit digital forensik terhadap sistem IT KPU hingga dorongan hak angket di DPR RI pun menguat.
Kalangan gerakan akademisi bahkan lebih nyaring tuntutannya yakni pemakzulan Presiden, Joko Widodo (Jokowi).
Berbagai preseden buruk yang terjadi dalam pemilu dinilai publik merupakan buntut dari mal praktek kekuasaan rezim Jokowi sejak meletus skandal keputusan Mahkamah Konstitusi hingga KPU yang memberikan karpet merah kepada sang putra Presiden agar bisa menjadi salah satu kontestan Pemilu 2024.
Oleh sebab itu, Paguyuban Masyarakat Yogya Pro Demokrasi menuntut proses yang ada di KPU diawasi ketat. Bawaslu menindak secara konstitusional dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
"Tapi lami melihat bahwa Bawaslu tidak melakukan itu maka aksi ini untuk memberikan dorongan moral, kritikan tekanan." kata Indra usai aksi.
"Karena masih ada waktu bagi Bawaslu untuk melakukan sesuatu agar proses demokratisasi di dalam pemilu dilaksanakan dengan benar. Sehingga memunculkan kepemimpinan nasional yang legitimate," lanjutnya.
Menurutnya, proses pemilu yang tidak adil sesuai dengan prosedur konstitusi akan memunculkan kepemimpinan nasional yang tidak sah. Ke depan, bangsa ini dihadapi oleh fenomena krisis global sehingga kepemimpinan harus kuat.
Untuk itu, Paguyuban Masyarakat Yogya Pro Demokrasi mendorong proses penggantian kepemimpinan berjalan secara adil.
Dalam aksi ini, mereka juga memberikan 'Krupuk Mlempem Award' kepada Bawaslu DIY sebagai simbol kinerjanya yang melempem atas berbagai kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan pemilu.
Bawaslu sebagai instrumen demokrasi dinilai gagal menjalankan fungsinya secara optimal.
"Bawaslu tak ubahnya sekadar tukang stempel kepentimgan rezim penguasa yang telah mengatur sedemikian rupa pemilu terselenggara sesuai seleranya," ucap Indra.
Di lokasi yang sama, Ketua Bawaslu DIY, Muhammad Najib menyebut, aksi ini bentuk kecintaan masyarakat terhadap Bawaslu. Yang mana, pengawasan pemilu tidak hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu.
"Kita justru senang masyarakat artinya peduli. Ini menjadi support dari masyarakat kepada kami," ucap Najib.
Terkait desakan pemilu ulang, Bawaslu DIY tentunya menyesuaikan dengan mekanisme.
"Kita bekerja sesuai aturan main. Yang memutuskan pemilu ulang bukan kami," pungkasnya. (scp/buz)
Load more