Yogyakarta, tvOnenews.com - Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia dan negara-negara di dunia sedang menghadapi berbagai macam krisis dan bencana alam yang merupakan dampak perubahan iklim.
Berbagai krisis akibat dari aktifitas manusia ditengarai menjadi salah satu pemicu meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca yang memicu terjadinya perubahan iklim yang signifikan.
Pengurangan gas emisi pada saatnya akan menjadi pintu masuk perdagangan karbon secara global yang harus disiapkan seluruh stakeholder di Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus melakukan pengurangan gas emisi dan berkomitmen dalam submisi Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC).
Salah satunya melalui sosialisasi Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Region Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Novia Widyaningtyas, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional menyampaikan, menyikapi isu perubahan iklim tersebut Indonesia telah menyatakan sikap komitmen kepada dunia internasional sejak Paris Agreement.
"Target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana dinyatakan pada dokumen Enhanced NDC tersebut adalah sebesar 31,89% (CM1) dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,20% (CM2) dibandingkan business as usual (BAU) dengan dukungan internasional pada tahun 2030," jelas Novia di Yogyakarta, Senin (20/05/2024).
Ia menyampaikan target tersebut meliputi 5 (lima) sektor pengemisi yaitu sektor Energy, Waste, Industrial Processes And Production Use (IPPU), Agriculture, dan sektor Forestry and Other Land Use (FOLU)," jelasnya.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan komitmen ambisius Indonesia untuk mencapai tingkat emisi GRK -140 juta ton CO2e pada tahun 2030.
Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu mencegah deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon dan dapat dicapai dengan 3 (tiga) modalitas utama yaitu Sustainable Forest Management, Environmental Governance dan Carbon Governance.
"Dari hasil integrasi spasial penentuan sebaran lokasi priorias pelaksanaan kegiatan mitigasi Indonesia FOLU Net Sink 2030, diperoleh lokus prioritas pelaksanaan kegiatan yaitu pada Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua," ungkap Novia.
Berdasarkan demografi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2022 sebanyak
3.761.870 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.186 jiwa/km2. Sementara itu Area tutupan lahan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar ± 6,92% luas daratan tentu saja sangat kurang dari minimal kecukupan tutupan hutan.
"Vegetasi penyusunnya diantaranya adalah terna rawa, hutan batu gamping pamah, hutan pamah, hutan pegunungan, hutan Pantai dan lain-lain," sebutnya.
Sementara itu Kusno Wibowo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta menyampaikan wilayah DIY mempunyai areal lahan kritis dan sangat kritis mencapai sekitar ± 72.294 Ha.
Kondisi tersebut menjadi potensi yang besar untuk menyusun aksi mitigasi pengurangan emisi GRK di wilayah D.I. Yogyakarta dengan memperhatikan potensi daya dukung dan daya tampung air.
KLHK bekerjasama dengan Tim Pakar dari UGM yang didukung oleh para pakar dari IPB, Universitas Brawijaya, Pakar Dari ITB dan lainnya telah menyusun Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Region Pulau Jawa yang memuat rencana aksi mitigasi dan adaptasi serta upaya-upaya menyerap biomassa karbon dan emisi untuk pengendalian perubahan iklim dengan pendekatan Daya Dukung dan Daya Tampung Air, Tingkat Kekritisan Lahan, Kerawanan Erosi dan Limpasan di Region Jawa.
"Keunggulan komparatif sektor kehutanan dan penggunaan lahan Indonesia, best
practice dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan dan dengan kerja kolaborasi berbagai pihak serta dukungan kerjasama internasional adalah kunci utama keberhasilan kita untuk mencapai target net sink di tahun 2030," pungkasnya. (nur/buz)
Load more