Bantul, tvOnenews.com - Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda Bantul buka suara mengenai aksi demo oleh ratusan pekerja konstruksi yang tergabung dalam Aliansi Paguyuban Pekerja Bantul (AP2B) di kantor PT Merak Jaya Beton dan Unit Layanan Pengadaan (ULP), Rabu (21/8/2024).
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPBJ Setda Bantul, Pambudi Arifin Rakhman menegaskan bahwa proses pengadaan di BPBJ tentunya sudah berdasarkan prosedur yang ada. Karena semuanya sudah terpublikasi maka semuanya bisa ikut dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Semua penyedia diberikan kesempatan yang sama. Tentunya hasilnya dari evaluasi semua penyedia yang ada," katanya.
Pun, dugaan adanya penundaan proyek tidaklah benar. Disampaikan Pambudi, total ada sebanyak 137 paket pengadaan. Dari jumlah tersebut, sudah terselesaikan 84 paket.
"Itu artinya, kita tidak menunda di belakang," ucapnya.
Menurutnya, dalam proses pengadaan tidak bisa berbarengan. BPBJ disebutnya harus membagi SDM serta mendahulukan berdasarkan skala prioritas, misalnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat harus dibatasi waktunya untuk kontrak.
Pambudi mengeklaim, pada saat evaluasi mulai dari administrasi, teknis, harga dan kualifikasi sudah BPBJ lakukan semuanya. Akan tetapi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DIY yang memastikan segi teknis pekerjaan konstruksi sesuai aturan.
Kendati demikian, pihaknya mengapresiasi massa yang sudah melaksanakan demo dengan tertib. Nantinya, segala masukan yang disampaikan oleh AP2B akan menjadi perhatikan untuk disampaikan kepada pimpinan dalam menindaklanjuti kebijakan yang akan datang.
"Oleh karenanya, itu nanti jadi suatu masukan yang sangat bagus untuk ke depannya. Hal-hal yang perlu diperbaiki akan menjadi perhatian kita," ujarnya.
Untuk diketahui, aksi demo dipicu pengadaan proyek tender di ULP terdapat indikasi cawe-cawe oleh PT Merak Jaya Beton dalam pengadaan barang dan jasa di Bumi Projotamansari.
"Ini bermula dari temuan dugaan ekspansi dari PT Merak Jaya Beton guna menguasai proyek tender yang ada di Kabupaten Bantul. Sehingga sangat bertentangan atau mencederai nilai-nilai budaya, moril dan kearifan lokal warga Bantul," kata Musthafa, Juru Bicara AP2B ditemui di sela aksi.
Lebih lanjut, penundaan tender yang tidak sesuai jadwal dinilai berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pekerja yang harus diselesaikan secara tergesa-gesa dan hasilnya tidak maksimal.
Musthafa yang juga selaku tim hukum AP2B melihat adanya indikasi dugaan bahan material dari PT Merak Jaya Beton yang tidak ada izin. Jika dugaan itu benar maka melanggar Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Nomor 18 Tahun 1999.
Lebih fatalnya, UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi yang mengatur bahwasannya bahan material barang dan jasa harus memenuhi standar dan ketentuan hukum yang berlaku.
"Jika tidak memenuhi standar atau tidak berizin maka Pemda bisa mencabut izin operasionalnya," ucapnya.
Jika indikasi ULP memang melakukan penundaan tender serta ada dugaan menguntungkan pihak tertentu atau merugikan negara bisa masuk dalam kategori UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001.
Padahal, dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa disebutkan bahwa ULP dalam pengadaan barang dan jasa prosesnya harus transparan, terbuka, adil dan harus tepat waktu.
Oleh karenanya, ia berharap Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terkait hal ini. Hasilnya jika ada temuan bisa menjadi rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum. (scp/buz)
Load more