Yogyakarta, tvOnenews.com - Puluhan petani di Kabupaten Sleman yang terdampak penutupan saluran irigasi Van Der Wicjk mengadu ke DPRD DIY, Selasa (15/10/2024). Mereka mendesak agar pihak berwenang membuka saluran irigasi tersebut.
Koordinator Petani di Sleman, Sutrisno menuturkan, penutupan saluran irigasi Van Der Wicjk menimbulkan dampak kerugian bagi petani.
Ia mengasumsikan, seandainya ada 5.000 hektar (ha) lahan di lima kapanewon, Kabupaten Sleman yang terdampak penutupan, maka, total kerugian ditafsir kurang lebih Rp 100 Miliar. Dengan demikian, nilai kerugian per hektarnya mencapai Rp 20 juta.
Belum lagi, kerugian untuk sektor pertanian holtikultura seperti cabai yang ditafsir Rp 250 juta per ha dan perikanan sebesar Rp 170 ribu per ton ikan nila.
"Makanya kami melakukan aksi seperti ini," kata Sutrisno ditemui usai audiensi di Kantor DPRD DIY.
Disampaikan Sutrisno, para petani bersepakat bahwa penutupan saluran irigasi untuk pemeliharaan selokan dilakukan selama satu bulan per lima tahun sekali.
"Kita mulai hari ini, dikasih waktu 10 hari untuk merembug pada bulan apa ketika pemeliharaan 1 bulan ditutup," ucapnya.
Dalam audiensi ini, dihadiri Ketua DPRD DIY, Nuryadi beserta jajarannya. Selain itu, juga dihadiri Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Hasil Kesepakatan
Ketua DPRD DIY, Nuryadi menyampaikan ada beberapa kesepakatan yang dihasilkan dari audiensi hari ini di antaranya saluran irigasi Van Der Wicjk yang ditutup akan dibuka kembali pada Rabu (16/10/2024) pukul 00.00 WIB. Disepakati pula, untuk pemeliharaan dilaksanakan dalam durasi satu bulan per lima tahun sekali.
Dia pun meminta dinas terkait di Kabupaten Sleman untuk memandu rembukan tersebut.
"Jika sampai (10 hari) tidak ada kesepakatan, BBWSSO berhak menutup secara sepihak," tegasnya.
Respon BBWSSO
Kepala BBWSSO, Gatut Bayuadji menyampaikan, pemeliharaan saluran irigasi yang rencananya dilakukan per lima tahun sekali bukan win-win solution.
Wacana tersebut dikhawatirkan akan mengakibatkan kinerja saluran irigasi Van Der Wicjk semakin menurun. Apalagi, saluran irigasi tersebut dibangun di zaman Belanda yang konstruksinya tidak boleh dirubah ke beton. Umumnya dalam tiap pemeliharaan, kerusakan yang ditemui biasanya karena sedimentasi, kebocoran saluran dan kerusakan dinding.
"Sehingga, pengairan tidak bisa optimal dan dikhawatirkan jebol," kata Gatut.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, tentunya menjadi tantangan bagi BBWSSO. Harapannya, ada strategi-strategi yang perlu dipikirkan untuk bagaimana operasional pemeliharaan cukup masif dalam waktu pendek. (scp/buz)
Load more