Yogyakarta, tvOnenews.com - Sejumlah kasus korupsi diungkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di awal kepemimpinan Presiden, Prabowo Subianto.
Kasus tersebut mulai dari kasus impor gula yang menyeret Tom Lembong, kasus suap Ronald Tannur yang menyeret tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan eks pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) serta masih banyak kasus lainnya.
Pengungkapan kasus oleh Kejagung diapresiasi oleh Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM. Mereka menilai aspek kinerja Kejagung dalam pemberantasan korupsi belakangan terakhir ini membaik.
Dengan demikian, tren positif itu tetap harus dijaga. Sebab, masih ada catatan bahwa institusi ini belum bisa bersih dari korupsi.
"Maka agenda untuk membersihkan Kejagung dari tikus-tikus di internalnya menjadi sangat penting. Sejauh ini, belum ada progran pemerintah secara khusus terkait itu," kata Zainur Rohman, Peneliti PUKAT UGM dalam konferensi pers bertajuk Membaca Arah Pemberantasan Korupsi Prabowo-Gibran, Jumat (8/11/2024).
Lebih lanjut, masih menjadi keraguan bagi sebagian pihak bagaimana Kejagung menjaga independensinya. Apalagi, institusi ini berada di bawah eksekutif. Sehingga tidak ada jaminan 100 persen bahwa Kejagung tidak akan diintervensi oleh kekuasaan. Berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dulunya dianggap benar-benar independen di luar pemerintahan.
Saat ini, menurutnya yang ideal adalah Kejagung diberikan dukungan ketika kinerjanya baik. Juga disertai reformasi di internalnya misalkan dukungan kelembagaan dari pemerintah mengenai kesejahteraan bagi insan Kejagung serta upaya perbaikan mulai dari proses rekrutmen, pembinaan, promosi, mutasi, demosi hingga pengawasan. Pun, Komisi Kejaksaannya.
PUKAT UGM juga berharap ada penguatan peran KPK sebagai center of excellence. Jika punya lembaga pemberantasan korupsi yang bersifat independen maka, siapapun yang melakukan korupsi tidak peduli, apakah dia bagian dari koalisi atau oposisi maka dia tetap melaksanakan tugasnya.
Untuk itu, dibutuhkan revisi Undang-Undang (UU) KPK yang mana harusnya masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) bersama dengan RUU Perampasan Aset dan pemberantasan transaksi uang kartal. Tanpa adanya revisi UU KPK maka lembaga tersebut akan tetap dipengaruhi oleh kekuasaan.
"Tapi, ketiganya saat ini, tidak ada dalam prolegnas. Sehingga kami mempertanyakan komitmen pemberantasan korupsi Presiden baru sebatas retorika tulisan belum dituangkan dalam kebijakan nyata," ucap Zainur.
Ia menilai belum ada perbedaan KPK antara era sebelumnya di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Presiden Prabowo di era saat ini.
"Sejauh ini, belum ada angin segar untuk mengatakan bahwa KPK akan kembali independen sehingga bisa memberantas korupsi secara efektif," ungkap Zainur. (scp/buz)
Load more