Desakan penurunan PPN tersebut juga dibarengi tawaran untuk memajaki orang-orang kaya sebagai bentuk pemasukan lain di tengah ruang fiskal yang menyempit serta kelesuan ekonomi yang sedang dialami oleh rakyat menengah ke bawah.
Menurut data dari Badan Survei Statistik (BPS), daya beli masyarakat menurun sejak Mei hingga September 2024. Di sisi lain, terjadi gelombang PHK besar-besaran di sektor industri formal yang berdampak pada meningkatnya jumlah rakyat Indonesia yang menganggur.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa terdapat 80.000 pekerja formal yang di PHK sepanjang 2024. Jumlahnya meningkat hampir 16.000 dibanding 64.855 orang yang ter-PHK pada 2023 lalu. Serta, hampir 60.000 lebih banyak dari 2022 dengan jumlah PHK 25.114 orang.
Jumlah PHK tersebut diperkirakan akan terus bertambah menyusul dengan adanya potensi 60 perusahaan yang terancam melakukan PHK massal. Kondisi tersebut berpotensi akan bertahan lama bahkan memburuk jika pemerintah memaksakan kenaikan tarif PPN 12 persen.
"Kenyataan ini harusnya menjadi landasan bagi pemerintah untuk menurunkan PPN, bukan sebaliknya. Lebih baik fokus memulihkan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dengan menurunkan PPN dan membuka banyak lapangan kerja yang layak. Kalau tidak bisa membantu, jangan menambah sulit. Ini kan menyulitkan, malah menindas," kata Surastri, Juru Bicara Aliansi Jogja Memanggil.
Aliansi Jogja Memanggil juga memberikan tawaran lain kepada pemerintah untuk dilaksanakan sesegera mungkin di antaranya penghentian hutan luar negeri, penghapusan tunjangan bagi pejabat publik, bubarkan Kabinet Merah Putih yang rakus anggaran hingga upaya memiskinkan koruptor di Indonesia dan sahkan UU perampasan aset. (scp/buz)
Load more