Sleman, tvOnenews.com - Massa mengepung Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Ring Road Utara, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (31/12/2024).
Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Rencananya, kenaikan PPN tersebut akan diterapkan mulai 1 Januari 2025.
Massa dari berbagai elemen mahasiswa, buruh hingga emak-emak pun membawa sejumlah poster bertuliskan tuntutan. Bahkan, spanduk-spanduk bertuliskan tuntutan serupa juga terpasang di sepanjang pagar tembok kantor pajak tersebut.
Koordinator Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI), Dani Eko Wiyono mengatakan, bila kebijakan menaikkan PPN 12 persen tetap diterapkan maka dikhawatirkan akan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang lebih besar.
Karena itu, massa mendesak pemerintah agar menurunkan PPN di bawah 8 persen.
"Kami mendesak agar PPN tidak jadi naik, kalau bisa turunkan jadi 5 persen," tegasnya ditemui di sela aksi.
Nantinya, kenaikan PPN otomatis akan berdampak pada naiknya harga barang dan jasa.
"Kalau rezim ini berpihak pada rakyat ya tentu bersedia membatalkan (kenaikan PPN 12 persen). Batalkan dulu minimal, baru pikirkan bagaimana menurunkan PPN. Tapi kalau rezim ini brengsek ya tidak akan peduli," ucap Dani.
Dia mencontohkan, bila perusahaan dengan penghasilan Rp 100 Miliar kemudian dipajaki sebesar 10 persen maka negara akan mendapat pemasukan dari pajak sebesar Rp10 Miliar.
Begitu pula jika perusahaan tersebut dipajaki sebesar 12 persen maka negara akan mendapat pemasukan dari pajak sebesar Rp12 Miliar.
"Ada penambahan Rp 2 Miliar untuk negara. Sedangkan, karyawan di perusahaan tersebut misalnya berjumlah dua ribuan, seharusnya Rp 2 Miliar tadi bisa dibayarkan untuk karyawannya sebanyak dua ribu itu. Jadi penambahan satu bulan itu bisa 1 juta rupiah per bulan, itu yang terjadi," terang Dani.
Dani juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak jelas dalam menetapkan barang-barang apa saja yang akan dikenakan PPN 12 persen. Aturan yang tidak jelas tersebut akan berdampak terhadap ekonomi rakyat.
Ke depan, massa akan melakukan aksi serupa dengan skala yang lebih besar bila Pemerintah Indonesia tidak menggubris aspirasi ini.
Aksi penolakan ini lanjutan dari hari sebelumnya yang juga digaungkan oleh Aliansi Jogja Memanggil pada Senin (30/12/2024). Dimulai dari parkiran Abu Bakar Ali, massa berjalan kaki menuju sepanjang Jalan Malioboro hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Desakan penurunan PPN tersebut juga dibarengi tawaran untuk memajaki orang-orang kaya sebagai bentuk pemasukan lain di tengah ruang fiskal yang menyempit serta kelesuan ekonomi yang sedang dialami oleh rakyat menengah ke bawah.
Menurut data dari Badan Survei Statistik (BPS), daya beli masyarakat menurun sejak Mei hingga September 2024. Di sisi lain, terjadi gelombang PHK besar-besaran di sektor industri formal yang berdampak pada meningkatnya jumlah rakyat Indonesia yang menganggur.
Sementara, Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa terdapat 80.000 pekerja formal yang di PHK sepanjang 2024. Jumlahnya meningkat hampir 16.000 dibanding 64.855 orang yang ter-PHK pada 2023 lalu. Serta, hampir 60.000 lebih banyak dari 2022 dengan jumlah PHK 25.114 orang.
Jumlah PHK tersebut diperkirakan akan terus bertambah menyusul dengan adanya potensi 60 perusahaan yang terancam melakukan PHK massal. Kondisi tersebut berpotensi akan bertahan lama bahkan memburuk jika pemerintah memaksakan kenaikan tarif PPN 12 persen.
"Kenyataan ini harusnya menjadi landasan bagi pemerintah untuk menurunkan PPN, bukan sebaliknya. Lebih baik fokus memulihkan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dengan menurunkan PPN dan membuka banyak lapangan kerja yang layak. Kalau tidak bisa membantu, jangan menambah sulit. Ini kan menyulitkan, malah menindas," kata Surastri, Juru Bicara Aliansi Jogja Memanggil.
Aliansi Jogja Memanggil juga memberikan tawaran lain kepada pemerintah untuk dilaksanakan sesegera mungkin di antaranya penghentian hutan luar negeri, penghapusan tunjangan bagi pejabat publik, bubarkan Kabinet Merah Putih yang rakus anggaran hingga upaya memiskinkan koruptor di Indonesia dan sahkan UU perampasan aset. (scp/buz)
Load more