Aturan itu dibuat karena di satu sisi pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan media syiar bagi umat Islam di tengah masyarakat. Namun di sisi lain, masyarakat Indonesia sangat beragam, baik agama, keyakinan, dan latar belakangnya.
"Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat," ujar Menag Yaqut di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Menag juga sempat menganalogikan suara adzan dengan gonggongan anjing saat menjawab pertanyaan wartawan di Propinsi Riau pada Rabu (23/2/2022).
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya kiri, kanan, depan, belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-musala silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang terganggu," papar Menag.
Namun hal itu lalu dibantah oleh Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al Asyhar.
"Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara," tegasnya di Jakarta, Kamis (24/2/2022). (Andri Prasetiyo/Buz).
Load more