Bantul, DIY - Dalam rangka memperingati tingalan jumenengan dalem (peringatan penobatan atau kenaikan tahta) Sri Sultan Hamengku Buwono X, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar hajad dalem labuhan patuh, di Pantai Parangkusumo Parangtritis, Bantul Yogyakarta, Jumat (4/3/2022).
Acara labuhan diawali dengan serah terima uborampe di Kantor Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, yang selanjutnya dibawa ke Cepuri Parangkusumo untuk acara memanjatkan doa kepada Tuhan.
Dari cepuri Parangkusumo , uborampe berupa barang-barang yang dikenakan Sultan HB X kemudian dibawa dengan diarak ke Pantai Parangkusumo. Kemudian uborampe dilarung ke laut Selatan Pulau Jawa.
KRT Wijoyo Pamungkas selaku Carik Tepas Ndoro Puro Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjelaskan, barang-barang yang dilabuh bukanlah hasil bumi, melainkan barang-barang yang dikenakan Sultan.
" Baran-barang yang dilabuh berupa 3 ancak berisi nyamping cindhe abrit (kain warna merah), nyamping cindhe ijem (kain warna hijau) dan masih banyak lagi kain lainnya seperti nyamping cangkring, semekan solok, semekan gadhung mlathi, semekan jingga, semekan udaraga, semekan bangun tulak," terang KRT Wijoyo Pamungkas.
Dalam labuhan tersebut juga dilabuh 3 jenis semekan lainnya yang disebut sebagai pendherek, potongan rambut sultan, potongan kuku Sultan dan layon sekar atau bunga yang sudah kering.
" Selain di Parangkusumo labuhan juga akan digelar di 2 tempat lain yakni Gunung Lawu, Jawa Timur dan Gunung Merapi. Namun labuhan di dua tempat tersebut berlangsung besok Sabtu (5/3/2022) pagi," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih yang hadir dalam serah terima uborampe di Kantor Kecamatan Kretek mengatakan, bahwa labuhan kali ini dalam rangka memperingati jumenengan dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Selain itu, Halim juga mengatakan ada pula tradisi sedekah apem dari Keraton. Sedekah apem untuk mengungkapkan permohonan maaf dari Sultan HB X.
"Selain itu ada juga tadi sedekah apem, apem ini lambang permohonan maaf karena apem ini berasal dari bahasa arab afwun yang maknanya maaf. Permohonan maaf dari segala kesalahan yang pernah kita lakukan, kawula Ngayogyakarta Hadiningrat telah melakukan kesalahan dimintakan maaf dengan simbol apem yang besar, apem mustoko itu," jelas Halim.
Bupati menambahkan tradisi ini sangat penting untuk melestarikan budaya dan pentingnya kesadaran untuk membangun Keraton. Selain itu juga sebagai bentuk mendoakan Sultan HB X agar dalam bertahta selalu dilimpahkan kesehatan untuk mensejahterakan masyarakat.
" Tradisi ini diantaranya untuk mendoakan Ngarsa Dalem Sri Sutan Hamengku Buwono X agar panjang umur sehat selalu dan terus berjuang untuk kesejahteraan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta," tutup Halim. (Santosa Suparman/Buz).
Load more