Yogyakarta, DIY - Silaturahmi antar tokoh bangsa kembali dilakukan. Kali ini di Yogyakarta, Ketum PPP, Suharso Manoarfa bersilaturahmi dengan Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Dalam pertemuan tertutup di kantor PP Muhammadiyah keduanya membahas berbagai hal terkait masa depan bangsa Indonesia.
Kedua tokoh juga sepakat untuk besinergi memajukan pembangunan d berbagai bidang serta berharap saatnya untuk tidak lagi saling mempersoalkan hal- hal yang bersifat kontroversial.
Menurut Suharso Monoarfa, pertemuannya dengan Haedar Nasir, dalam rangka silaturahmi dan bertukar pikiran.
"ini silaturahim saja, juga bertukar pikiran tentang keislaman, kebangsaan dan kenegaraan. Kemudian kami tahu kontribusi Muhammadiyah itu luar biasa. Setidaknya sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi. Dan dakwah Muhammadiyah itu benar benar teramalkan, jadi kami, banyak bertukar pandangan dengan PP Muhammadiyah untuk memajukan Indonesia ke depan, tidak lagi mempersoalkan hal hal yang kontroversi, karena kita hidup di sebuah negara kebangsaan, NKRI yang kita anggap sudah selesai," terang Suharso Monoarfa.
Suharso Monoarfa juga senang bisa bertemu dan bersilaturahmi dengan PP Muhammadiyah demi membicarakan berbagai kondisi bangsa dan bagaimana menatap ke depan bangsa Indonesia itu. Selain itu dibahas berbagai hal terkait pembangunan masa depan bangsa baik di bidang pendidikan, ekonomi hingga kesehatan.
Sementara Haedar Nashir yang didampingi Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Ketua Majelis Diktilitbang Lincolyn Arsyad dan Ketua MPKU Agus Samsudin, menyampaikan pertemuan ini membahas berbagai hal, salah satunya tentang ekonomi kerakyatan.
Selain membicarakan ekonomi kerakyatan, pada pertemuan itu juga membincangkan ihwal penguatan sistem kesehatan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam telah lama dan terus menerus mengembangkan mutu pelayanan kesehatan. Dengan adanya kerjasama Muhammadiyah dengan Kementerian PPN, fasilitas kesehatan bagi masyarakat luas diharapkan akan mengalami peningkatan.
“Dalam posisi beliau sebagai menteri PPN kita juga memperkuat wawasan dan kerjasama Muhammadiyah dan pemerintah untuk memperkuat sistem kesehatan,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Pada kesempatan itu juga Haedar juga membahas tentang hubungan keislaman dan keindonesiaan, termasuk aktualisasi nilai-nilai keduanya dalam kebangsaan kini.
Menurut Haedar, Islam dan Indonesia memiliki sejarah dan basis pemikiran yang bersenyawa, antara keduanya tidak ada sesuatu yang harus dipertentangkan. Pasalnya, kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran kekuatan-kekuatan Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS, dan gerakan Islam lainnya. Muhammadiyah bahkan telah mengeluarkan putusan muktamar resmi di Makassar tahun 2015 tentang negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah.
“Kita juga berharap kepada kelompok warga masyarakat lain yang afiliasi politik dan aliran agamanya cenderung heterogen untuk juga menempatkan keislaman dan keindonesiaan sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai ancaman,” pungkas Haedar.
(Nuryanto/chm)
Load more