"Pertama adalah kekuatan moral. Cendekiawan menjadi sangat penting secara moral mengawal perjalanan bangsa dan negara ini, supaya tetap sesuai dengan cita-cita luhur dan konstitusi," kata Fathul.
"Adakalanya cendekiawan meniup peluit ketika terjadi pelanggaran, tetapi peluit yang ditiup dengan cara yang elegan, santun dan konstitusional, dan didasari dengan rasa cinta kepada bangsa ini," sambungnya.
Fathul yang juga menjabat Dewan Pakar ICMI Orwil DIY melanjutkan, kekuatan kedua adalah gagasan. Sebuah bangsa yang hidup dengan dinamika, tidak mungkin lepas dari masalah.
"Dan saya merasa berfikir berharap dan berdoa kehadiran cendekiawan akan menjadi bagian dari solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kebangsaan dan bernegara. Ada tantangan memberikan saran yang jujur untuk kepentingan bangsa dan negara," paparnya.
Ketiga adalah kekuatan perekat. Yakni menjadi jembatan penghubung, menjadi tali pengikat keragaman yang ada.
"Indonesia dibangun di atas keragaman dan ini fakta sosial dan kita tidak bisa menutup mata darinya, tetapi persatuan yang kita inginkan bukan berarti mengabaikan keragaman yang ada. Saya melihat cendekiawan yang diwadahi oleh ICMI bisa memainkan peran perekat ini, ketika bangsa Indonesia saat ini mengidap penyakit keterbelahan," pungkasnya. (Apo/Buz).
Load more