Yogyakarta dengan demikian resmi memasuki abad modernnya, dimana dia bukan lagi sebuah entitas negara sendiri, tetapi bagian dari negara republik. Langkah ini yang didukung sepenuhnya oleh rakyat Yogyakarta, dan di kemudian hari dibuktikan dengan pengabdian yang total.
Ketika negara yang baru lahir ini menghadapi tekanan dari pemerintah kolonial yang datang kembali, Sri Sultan HB IX menyatakan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibu kota negara Republik yang baru berdiri tersebut, Ia mengundang para tokoh bangsa untuk pindah ke Yogyakarta.
Ketika itu pada tanggal 3 Januari 1946, jelang tengah malam, rombongan Presiden Soekarno dengan menumpang gerbong kereta yang dimatikan lampunya bertolak menuju Yogyakarta. Rombongan tersebut berhasil mencapai kota Yogyakarta dengan selamat pada 4 Januari 1946.
Peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX terhadap republik juga ditunjukkan melalui dukungan finansial. Selama pemerintahan republik berada di Yogyakarta, segala urusan pendanaan diambil dari kas keraton.
Hal ini meliputi gaji Presiden/ Wakil Presiden, staff, operasional TNI hingga biaya perjalan dan akomodasi delegasi-delegasi yang dikirim ke luar negeri. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sendiri tidak pernah mengingat-ingat berapa jumlah yang sudah dikeluarkan.
Sri Sultan HB IX menganggap hal ini sudah merupakan bagian dari perjuangan. Bahkan Ia memberi amanat kepada penerusnya untuk tidak menghitung-hitung apalagi meminta kembali harta keraton yang diberikan untuk republik tersebut.
Namun dalam catatan sejarah, disebutkan untuk pembiayaan tersevut, jumlah yang dikeluarkan oleh kas Kraton diperkirakan mencapai 6 juta gulden, atau hampir mencapai 50 miliar rupiah.
Load more