Kulon Progo, Yogyakarta - Kasus eksploitasi seksual terhadap anak terjadi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Korban yang masih duduk di bangku SD dipaksa menunjukkan bagian vitalnya untuk dijadikan konten pornografi.
Laporan itu berisi tentang aksi pengancaman oleh pelaku kepada orang tua korban via WhatsApp. Pelaku mengancam akan menyebarkan video tak senonoh anak korban.
"Ibu korban ini menerima WA (WhatsApp) dari tersangka yang isinya video anaknya beradegan memperlihatkan bagian tubuh yang sensitif. Pelaku mengancam akan menyebarkan video tersebut," ucap Fajarini dalam jumpa pers di Mapolres Kulon Progo, Selasa (26/7/2022).
Atas laporan tersebut, polisi kemudian melakukan penyelidikan. Hasilnya pelaku terdeteksi berada di wilayah Gresik, Jawa Timur. Bekerjasama dengan Polres Gresik, jajaran Satreskrim Polres Kulon Progo berhasil menangkap pelaku di sebuah rumah kontrakan di Gresik, pada Kamis (21/7/2022) kemarin.
Pelaku merupakan seorang pemuda bernama Mokhamad Maulana (19) warga Brebes, Jawa Tengah. Sementara, korbannya merupakan bocah perempuan berusia 11 tahun yang tinggal di Kapanewon Temon, Kulon Progo.
Selain menangkap pelaku, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya 19 lembar hasil tangkapan layar pesan WhatsApp berisi ancaman tersangka akan menyebarluaskan video yang berisi konten pornografi, video yang berisi konten pornografi dan sebuah telepon genggam.
Fajarini menjelaskan dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa pelaku merupakan admin atau pengurus sebuah grup WhatsApp berisikan konten pornografi. Korban mengenal pelaku saat bergabung ke dalam grup tersebut. Komunikasi lalu berlanjut lewat pesan pribadi.
"Jadi, awalnya adalah Bunga (nama samaran) ini masuk ke dalam grup WA, dan hasil dari pemeriksaan awal, bahwa Bunga ini dimasukkan, diberi link untuk masuk ke dalam grup WA yang isinya terkait dengan grub dewasa, konten-konten dewasa," jelas Fajarini.
"Selanjutnya di dalam grup itu korban kenalan dengan tersangka yang sama-sama di dalam grup. Setelah itu tersangka menghubungi secara japri (jalur pribadi) kepada korban dan meminta untuk melakukan adegan pornografi, mempertontonkan bagian tubuh sensitif dengan ancaman," imbuhnya.
Fajarini mengatakan pelaku mengancam akan melaporkan korban ke polisi karena masuk ke dalam grup berisi konten dewasa sementara korban masih di bawah umur. Merasa ketakutan, korban lantas mengiyakan permintaan pelaku.
"Karena ancaman itu korban takut dilaporkan polisi dan orang tuanya kemudian melakukan adegan tersebut dan ini berlanjut. Setelah melakukan adegan kemudian tersangka merekamnya," ujarnya.
Selang beberapa waktu kemudian, pelaku kembali meminta korban melakukan adegan tak senonoh. Korban terpaksa mengiyakan permintaan tersebut, karena selain diancam akan dilaporkan ke polisi, pelaku yang sudah mempunyai rekaman korban sebelumnya, mengancam bakal menyebarkan rekaman itu ke publik.
"Setelah itu karena korban ketakutan akan disebar videonya yang pertama oleh pelaku maka korban mau melakukan adegan yang kedua sekali lagi di bawah ancaman dari pelaku," jelas Fajarini.
Fajarini menerangkan, setelah kejadian itu, korban lantas memblokir nomor telepon pelaku. Hal ini membuat pelaku kesulitan menghubungi korban. Karena itu pelaku menghubungi ibu korban untuk meminta agar blokirannya dibuka. Permintaan ini disertai ancaman akan menyebar video porno korban kepada masyarakat jika permintaan itu tidak dituruti.
"Pelaku menghubungi ibu korban, di mana pelaku ini mendapatkan nomor telepon ibunya korban juga dari korban sendiri. Selanjutnya pelaku menghubungi ibunya korban dan mengancam akan menyebar 2 video yang telah pelaku rekam dari korban dengan ancaman dalam waktu 2 minggu apabila korban tetap tidak menghubungi pelaku, kemudian korban tidak meminta maaf kepada bos pelaku, maka video itu akan disebar kepada masyarakat," ujarnya.
Fajarini mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman atas kasus ini. Ada beberapa hal yang perlu digali, seperti motif pelaku melakukan aksi tersebut, hingga ada tidaknya unsur pemerasan.
"Sejauh ini masih kami dalami," ujarnya.
Disinggung soal kemungkinan pelaku terlibat dalam jaringan pornografi anak, Fajarini belum bisa memastikan. Ia menegaskan bahwa proses pemeriksaan masih terus berlangsung hingga saat ini.
Atas perbuatannya pelaku akan diancam dengan pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 52 ayat (1) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu juga, dikenakan Pasal 45B jo Pasal 29 UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau Pasal 37 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. (awo/dan)
Load more