Yogyakarta, DIY - Daya dukung ekologi sungai sebagai sebuah ekosistem alami di tengah Kota Yogyakarta, kini mengalami penurunan terutama kualitas air.
Salah satu indikator adalah Indeks Kualitas Air (IKA) sungai di Kota Yogyakarta yang terus menurun, bahkan dalam kurun tiga tahun terakhir, tren pencemaran terpantau semakin parah.
Sub Koordinator Pengawasan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Intan Dewani, mengungkapkan, pada 2019 lalu, IKA sungai di wilayahnya masih berada di angka 41. Tapi, seiring berjalannya waktu, kemerosotan terjadi.
"Memasuki semester dua tahun 2022 ini, sudah turun menjadi 38.44. Artinya, indeks kualitas air memburuk," tandasnya, saat dikonfirmasi, Rabu (28/9/22).
Dijelaskannya, IKA tersebut didapat dari hasil pengukuran di empat sungai di Kota Yogyakarta, meliputi Sungai Winongo, Code, Gajahwong, dan Manunggal. Seluruhnya, kata Intan, memiliki tingkat keparahan hampir sama.
"Rata-rata sama, tingkat pencemarannya itu tinggi semua, ya. Kami mengukurnya dari delapan parameter," ungkapnya.
Intan pun memaparkan, di antara delapan paramater yang menjadi tolok ukur, pengaruh bakteri e-coli cenderung paling dominan. Pencemaran tersebut, disebabkan oleh limbah domestik atau rumah tangga yang langsung masuk ke sungai, tanpa melalui pengolahan.
"Misalnya, tinja, atau buangan dari MCK (mandi, cuci, kakus) yang masuk ke sungai. Memang kita tidak bisa secara spesifik, tapi e-coli yang paling dominan itu," terangnya.
Ditegaskannya, DLH akan terus melakukan pemantauan kualitas air dengan pengambilan sampel, mendampingi dan menganalisa. Lalu, pihaknya juga mengukur kualitas air di empat sungai dengan 19 titik setiap triwulan.
"Harapan kami, masyarakat ikut membantu agar kualitas lingkungan semakin baik, ya, terutama kualitas air di empat sungai yang ada di Kota Yogyakarta," ungkapnya.
"Makanya, ini butuh kesadaran semua pihak, saling membangun kesadaran, supaya tidak membuang limbah secara langsung, harus dengan pengolahan," imbuh Intan.
Sementara anggota Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Cahyo Wibowo, mengatakan, sejatinya, upaya eksekutif dalam menanggulangi pencemaran sungai sudah optimal. Hanya saja, pasokan limbah dari hulu seringkali tak terbendung.
"Sebagai contoh, ya, kota sudah berhasil menangani pembuangan sampah di sungai. Tapi, kenyataannya, sampah sering datang dari utara, dan tidak ada sekat yang bisa menghambat," kata Cahyo Wibowo, Rabu (28/9/22).
Berdasarkan fenomena tersebut, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, Kota Yogyakarta menjadi daerah yang paling dirugikan. Pasalnya, panjang sungai yang melintas sebenarnya tidak seberapa.
"Hanya beberapa kilometer saja, kan. Misal Sungai Code, ujungnya yang sisi utara itu dari Kricak. Terus, yang selatan, sebelum ringroad saja sudah masuk Bantul," cetus Cahyo.
Oleh sebab itu, untuk menangani polemik ini, legislatif mendorong Pemkot agar menjalin sinergi dengan Pemerintah Kabupaten Sleman dan Bantul. Bukan tanpa alasan, problem pencemaran tak bisa dirampungkan sepihak.
"Karena perlu pencegahan limbah dari atas. Jadi, harus ada lobi-lobi yang kuat dari kota. Masing-masing daerah harus membuang ego sektoral. Tapi, yang tidak kalah pentingnya, provinsi harus terlibat," tegasnya (Nur/Buz)
Load more