Yogyakarta, DIY - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta menjatuhkan vonis kepada lima terdakwa kasus klitih Gedongkuning. Kelima terdakwa RNS, FAS, MMA, HAM dan AMH divonis berbeda sesuai peranan mereka masing-masing. Vonis terberat dijatuhkan kepada RNS yakni 10 tahun penjara, sedangkan FAS, MMA, HAM dan AMH diganjar 6 tahun penjara.
Majelis hakim menilai para terdakwa telah melanggar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Vonis hakim ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut RNS dengan 11 tahun penjara dan FAS, MMA, HAM serta AMH selama 10 tahun penjara.
“Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana dengan terang-terangan dan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan mati,” tegas Ketua Majelis Hakim, Suparman SH membacakan amar putusannya dalam sidang yang digelar di PN Yogyakarta, Selasa (08/11/2022).
Hal yang memberatkan menurut majelis hakim perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat, mencoreng nama baik Kota Yogyakarta dan dinilai berbeli-belit dalam memberikan keterangan selama di persidangan. Sedangkan hal yang meringankan yakni terdakwa belum pernah dihukum.
“Menyatakan masa lamanya para terdakwa ditangkap dan ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan,” jelas Suparman.
Dalam pertimbangannya, hakim menerima dakwaan JPU dan mengesampingkan pembelaan terdakwa melalui kuasa hukumnya. Beberapa diantara pertimbangan yang dikesampingkan majelis hakim yakni pembelaan kuasa hukum perihal tak beradanya terdakwa di lokasi kejadian, hasil rekaman CCTV yang dinilai tak sesuai, hingga pengakuan telah mendapat tindak kekerasan oleh petugas.
Keluarga Histeris
Tangis histeris keluarga langsung pecah setelah mendengar hakim membacakan putusannya. Ratusan teman korban yang mengikuti jalannya persidangan bahkan berteriak menuntut keadilan bagi para terdakwa.
Kuasa hukum FAS, Taufiqurrahman SH menanggapi vonis yang dijatuhkan hakim langsung menyatakan banding. Ia menyatakan sangat keberatan dengan putusan yang dijatuhkan hakim.
“Kami sangat keberatan, karena fakta persidangan jelas bicara seperti apa. Jelas tidak ada satu orang pun saksi yang tahu siapa pelaku dari kejahatan ini. Satu-satunya bukti seperti yang dikatakan majelis hakim adalah CCTV, akan tetapi CCTV ini direkayasa sedemikian rupa sehingga tidak dapat memperlihatkan siapa pelaku sesunguhnya,” tegas Taufiqurrahman usai persidangan.
Dalam kasus ini Taufiqurrahman mengungkap dugaan adanya upaya obstruction of justice atau mengahalangi penyidikan. Hal itu menurutnya dilakukan agar pelaku sesungguhnya dalam kasus kejahatan jalanan yang menwewaskan Daffa Adzin Albasith pada awal April silam itu tidak tertangkap.
“Ada upaya untuk menutupi pelaku sesungguhnya. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menurunkan kualitas ekstensi CCTV supaya tidak terlihat siapa pelakunya,” jelas Taufiqurrahman.
Ia berharap dalam banding nanti keadilan bisa diperoleh terdakwa dan dapat membebaskannya dari seluruh jerat hukum atas perkara yang sama sekali tak pernah dilakukannya. “Jelas tadi telah kami katakan, kami tidak terima. Kami akan melakukan banding,” tegasnya.(nur/chm)
Load more