Menurut Pram, Lumpy Skin Disease merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae yang juga dikenal dengan nama Neethling Virus. Sampai saat ini penyakit LSD ini hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (Sheep pox).
Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan antara lain, timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat atau demam dengan masa inkubasi 28 hari.
Penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit bahkan dipercaya bahwa kondisi penyebaran penyakit diperparah dengan hadirnya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp), dan caplak (Riphicephalus sp).
LSD ini tidak menular kepada manusia. Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu 3 minggu paska infeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan 6 minggu paska infeksi.
Pada kasus LSD di lapangan walaupun tingkat kematian atau mortalitas dibawah 10%, namun sering dilaporkan tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 45%.
"Dampak yang ditimbulkan LSD adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit, keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar," beber Pram.
Terpisah, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo meminta pemilik hewan ternak sapi untuk meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit Lumpy Skin Disease tersebut.
Load more