Gunungkidul, DIY - Sepanjang tahun 2022, tercatat ada 1.376 perkara kasus perceraian di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Pengadilan Agama Wonosari, Gunungkidul, menyebut, pertengkaran dalam keluarga dan ekomoni menjadi alasan yang paling dominan pasangan suami istri berpisah.
"Di tahun 2022 ada sebanyak 1.376 pemohon perceraian, dan telah diputus sebanyak 1.292 kasus," kata Khoiril, Selasa (10/1/2022).
Dikatakan Khoiril, terjadi tren penurunan kasus perceraian di Gunungkidul dibanding data tahun 2021, dimana ada 1.390 permohonan dan yang selesai diputus sebanyak 1.334 kasus.
"Faktor dominan pasangan suami istri bercerai disebabkan pertengkaran dalam keluarga, yakni ada 909 pemohon," lanjutnya.
Sementara alasan kedua adalah karena faktor ekonomi.
“Selain itu, ada juga yang beralasan karena ditinggal pasangannya, yakni sebanyak 153 perkara. Sisanya berlatar belakang karena judi, mabuk, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, dan alasan lainnya,” imbuhnya.
"Biasanya, sebelum pengajuan cerai dikabulkan, kami berusaha melakukan mediasi lebih dulu. Kami berikan nasihat agar rumah tangga dapat bertahan. Meski demikian, keputusan sepenuhnya kami serahkan ke yang bersangkutan,” kata Khoiril.
Khoiril mengatakan, perceraian bisa terjadi kepada siapa saja, tak terkecuali yang berstatus ASN. Karenanya, ia mengajak agar sebelum melakukan pernikahan, terlebih dulu dipikirkan matang-matang.
Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Gunungkidul, Iskandar, membenarkan adanya PNS yang memutuskan bercerai di 2022.
"Mengacu Peraturan Pemerintah No. 45/1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.10/1983, tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, maka pegawai yang bersangkutan harus meminta izin ke atasannya. Seandainya tidak melapor bisa terkena sanksi," kata Iskandar.
Contohnya di awal tahun ini, ungkapnya, dimana Bupati Gunungkidul telah menjatuhkan sanksi kepada 2 pegawai yang bercerai tanpa izin. Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 45/1990.
“Bupati menjatuhkan hukuman disiplin berat, berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah dan pembebasan jabatan ke dalam jabatan pelaksana selama 12 bulan,” pungkas Iskandar. (Ldhp/Buz)
Load more