Yogyakarta, DIY - Momen imlek memberi ide seorang seniman asal Yogyakarta membuat tokoh wayang unik Naga Ontobogo. Uniknya, karya wayang karakter naga itu dibuat dari bahan limbah kertas dan plastik.
Di tangan dingin seniman Iskandar Hardjodimuljo, warga Sapen, RT 21 RW 06 Demangan, Gondokusuman, Yogyakarta ini, bahan-bahan limbah umumnya dari kertas dan plastik dibuatnya menjadi karya seni yang unik sekaligus memiliki nilai ekonomi.
"Naga Ontoboga ini bernuansa Jawa dengan warna -warna khas yang mencerminkan jatidiri manusia. Terutama pada wajah Naga yang memiliki berkarakter khas," ungkapnya.
Bahan baku sampah untuk membuat wayang didapat dari lingkungan sekitar. Terutama saat Iskandar bersepeda pagi, ia menemukan sampah dan dibawa pulang untuk bahan baku membuat wayang. Misalnya sampah kertas dari bekas kardus makanan. Terkadang dia juga mendapat bahan baku sampah dari temannya.
Iskandar menjelaskan sampah-sampah yang didapat dibersihkan dan dijemur. Contohnya sampah berbahan kertas seperti kardus dibersihkan dengan kain lap basah dan dijemur.
Setelah itu membuat gambar pola atau sket karakter wayang pada kertas atau plastik yang telah dibersihkan. Kertas bekas itu lalu dipotong mengikuti pola. Kemudian gambar wayang itu diwarnai dengan cat akrilik. Terakhir memasang bilah kayu untuk kerangka wayang dan menggerakan tangan wayang.
“Yang penting warna simbol wayang masuk dulu di muka karena muka merupakan simbol wayang wataknya seperti apa,” imbuhnya.
Bahan limbah plastik yang banyak ditemukan dalam keseharian kemudian diolah menjadi karya yang disebutnya sebagai Wayang Uwuh. Arti uwuh dalam bahasa Jawa disebut juga dengan sampah atau limbah.
Bagi Iskandar, dengan memanfaatkan sampah-sampah kertas dan plastik bisa menjadi kerajinan wayang sekaligus memerangi dampak sampah bagi kehidupan. Karya Wayang Uwuh itupun, tak kalah dengan wayang yang terbuat dari kulit atau disebut wayang kulit sebab Wayang Uwuh memiliki nilai estetika bahkan nilai eduksi lingkungan.
Dia menyebut sudah ada ratusan bahkan lebih wayang yang dibuat. Beberapa karakter wayang yang dibuat antaranya pandawa lima, ramayana seperti tokoh rahwana, rama, sinta, wibisana, kumbakarna, anoman dan lainnya.
“Semar saya buat tidak hanya satu karakter. Gareng dan bagong juga saya buat macam, wajah sama, badannya agak beda,” imbuhnya
Semula, Iskandar menggeluti pembuatan wayang dari barang-barang bekas atau sampah sejak tahun 2013. Saat itu dirinya diajak temannya untuk berkiprah dalam kegiatan Jakarta Biennale, tapi dana terbatas.
Untuk mengatasinya dia menggunakan bahan baku sampah dari Sungai Ciliwung karena dirinya juga menjadi relawan sungai guna pembenahan lingkungan. Apalagi saat itu banyak sampah berserakan di Sungai Ciliwung karena banjir besar.
Iskandar belajar secara otodidak untuk membuat wayang dari barang-barang bekas. Namun kecintaannya terhadap seni wayang telah tumbuh sejak masa kanak-kanak. Lulusan sarjana akuntasi itu hanya suka wayang sejak kecil dan pernah membuatnya dari kertas bekas.
Awalnya dia bingung untuk mengubah sampah-sampah menjadi wayang. Tapi dengan ide dan kreativitas yang langsung diterapkan menjadikan dirinya terus belajar dan terlatih membuat wayang dari sampah kertas, plastik botol air mineral dan sampah plastik lainnya,
“Belajar secara otodidak. Mungkin karena dulu ayah saya adalah seniman, mungkin nurun. Melukisnya saya tidak ada yang mengajari. belajar sendiri coba-coba,” ujar Iskandar.
Berkat kreativitas Wayang Uwuh, beberapa kali Iskandar diminta untuk workshop di luar negeri serta memberi edukasi soal Wayang Uwuh kepada anak-anak sekolah. Menurutnya untuk membuat satu wayang membutuhkan waktu berbeda-beda tergantung tingkat kesulitannya.
Jika sulit, memerlukan waktu sampai berminggu-minggu. Satu wayang dijual dengan harga bervariasi tergantung tingkat kesulitan dan nilai apresiasi dari para pembeli.
Mulai dari harga Rp 25 ribu bahkan karya wayang Iskandar paling tinggi mendapatkan harga di atas Rp 1 juta. Untuk itu dia mengajak masyarakat mencintai lingkungan dengan memilah sampah dan berkarya dari sampah karena hasilnya bisa berlipat.
“Sampah yang kira-kira bisa untuk kompos dibuat kompos. Sampah yang bisa untuk karya seni dibikin karya seni. Karena kalau bisa mengubah sampah menjadi ‘emas’ dengan nilai jual tinggi. Kalau sampah dijual ke pelapak-pelapak daur ulang, perkilonya murah, tapi kalau dibuat karya bisa berlipat-lipat,” terang Iskandar.
Iskandar memamerkan karya wayang pertama kali di Jakarta. Misalnya di Taman Ismail Marzuki dan mendapat respon positif sehingga dirinya sering diundang mengisi workshop terkait pemanfaatan sampah.
Load more