Jakarta, tvOnenews.com - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menuturkan bahwa penutupan Silicon Valley Bank (SVB) diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia. Pasalnya perbankan indonesia tidak ada hubungan bisnis, facility line hingga investasi pada produk sekuritas SVB.
Terlebih kondisi perbankan Indonesia dewasa ini memiliki kondisi yang kuat dan stabil. Kemudian bank-bank di Indonesia juga tidak memberikan kredit maupun investasi kepada perusahaan teknologi startup maupun kripto.
"Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang," kata dia, melansir keterangan resmi yang diterima tvOnenews.com, Rabu (15/3/2023).
Hal ini juga merujuk pada kemampuan Indonesia mengatasi konflik krisis keuangan setelah yang terjadi pada 1998 silam. Kini institusional Indonesia telah melakukan langkah-langkah mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum, dan penguatan tata kelola dan perlindungan nasabah.
"Hal ini tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung," tukasnya.
Dia pun menegaskan bahwa saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori 'Bank Dalam Resolusi ' atau bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usaha, dan tidak dapat disehatkan.
"OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan mengapa Silicon Valley Bank (SVB) mengalami kebangkrutan.
Bank yang berpusat di Amerika Serikat ini rupanya salah dalam menempatkan investasi, SVB berfokus untuk mendanai bisnis di bidang startup. Sehingga ini menjadi salah satu alasan mereka tergerus, kata Sri Mulyani.
"Pertama sektor ini adalah bank yang khusus mendanai startup dan saat ini startup banyak yang mengalami penurunan kinerja sangat dalam tahun lalu 2022, terlihat dari berbagai indikator yang kemudian menyebabkan ancaman terhadap penyaluran dana deposito yang meningkat sangat tinggi, jadi kinerja dari kreditnya mengalami penurunan," jelas dia saat konferensi pers APBN, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023).
Alasan kedua, SVB ini mengalami kenaikan dari deposito hingga lebih dari 3 kalo lipat hanya dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun. Sehingga deposito yang sangat banyak tersebut, penyaluran pada kredit menjadi tertahan.
"Hal ini didasari kinerja dari startup menurun secara sangat signifikan menyebabkan kondisi neraca keuangannya mengalami tekanan," tuturnya.
Sementara, di sisi lain deposito yang meningkat dimanfaatkan oleh SVB untuk membeli investasi jangka panjang yakni Surat Berharga Negara (SBN) Amerika Serikat.
"Alasan terakhir, surat berharga negara ini mengalami penurunan nilai karena suku bunga FED yang naik, jadi kalau suku bunga FED naik maka harga SBN-nya mengalami kontraksi. Ini semuanya yang menyebabkan kemudian SVB dari sisi balance sheet tiba-tiba mengalami penurunan," pungkasnya.
Sehingga timbul rumor yang menyebabkan bank lari dari situasi tersebut, sebab penurunan dapat terus berkembang dalam kurun waktu 1x24 jam. Kondisi ini disebut sebagai volatilitas indeks bergejolak. (agr/ito)
Load more