"Saya dapat karena kebijakan pemerintah yaitu OJK membuat peraturan bahwa semua bank mini harus memiliki modal inti Rp3 triliun, kalau tidak cukup modal maka bank tersebut akan diturun kelaskan menjadi BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Saat itu saya menyimpulkan bahwa bank pasti enggak mau turun kelas menjadi BPR jadi mereka yang tidak punya modal inti Rp3 triliun pasti akan memilih untuk menjual bank nya ataupun mencari investor yang lebih besar untuk diajak bekerja sama. Jadi saat itu saya berspekulasi untuk berinvestasi di bank mini dengan modal inti kurang dari Rp3 triliun. Makanya dapatlah saham BBHI, BNBA dan BBYB," sambungnya.
Andry bercerita sebelum pandemi Covid-19 menghantam dirinya sempat melakukan perjalanan ke Cina.
Di sana dirinya menyadari bahwa trend digital banking oleh WeBank tengah booming hingga menilai hal yang sama akan terjadi di Indonesia.
"Namun dari sekian banyak keuntungan, saya juga kadang masih salah. Karena namanya investasi enggak ada yang bisa prediksi hasilnya 100 persen, kalau memang salah analisa kita harus berani cutloss dan pelajari salahnya dimana. Kalau floating loss terbesar saya pernah Rp2-4miliar sehari, tapi kalau cutloss trading terbesar saya Rp500 juta enggak sampai dalam sehari, baru beli langsung saya jual sebelum closing," ungkapnya.
Saat ini Andry bersama rekannya Douglas tengah membangun startup miliknya yang bernama Stockwise.
Stockwise membuka kelas edukasi setiap bulannya untuk membantu dan mengajarkan masyarakat Indonesia untuk dapat mulai berinvestasi saham dengan baik dan benar menggunakan pendekatan fundamental dan value investing.
Perusahaan Stockwise miliknya juga sebagai tempat konsultasi untuk teman-temannya yang mau melakukan IPO perdana, tetapi masih awam dengan dunia pasar modal.
Load more