Lebih lanjut, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan air di sebagian besar wilayah Indonesia yang diperkirakan akan mengalami penurunan tingkat curah hujan sekitar 1-4 persen hingga 2034. Hal ini mengakibatkan pasokan air bersih semakin berkurang dan berpotensi menimbulkan konflik alokasi air, terutama untuk daerah yang bertumpuk antara sektor pertanian, industri, dan energi.
Pada sektor pertanian, dampak perubahan iklim menyebabkan periode ulang variasi iklim semakin singkat. Salah satunya ialah siklus variasi El Niño–Southern Oscillation (pergeseran periodik sistem atmosfer samudra di Pasifik tropis yang berdampak pada cuaca di seluruh dunia) yang semestinya terjadi setiap 3-7 tahun sekali, tetapi sudah menjadi lebih singkat menjadi 2-5 tahun sekali.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan imbauan bahwa fenomena El Nino akan berlangsung cukup panjang pada tahun ini hingga akhir Desember 2023. Karena itu, dampak dari fenomena tersebut perlu dimitigasi agar tidak terjadi kelangkaan air, potensi kebakaran hutan dan lahan, serta penurunan produktivitas pangan.
Perubahan iklim menyebabkan pula kesulitan dalam menentukan waktu tanam mengingat terjadi pergeseran awal puncak musim hujan.
“FAO (Food and Agriculture Organization) memproyeksikan potensi penurunan produksi padi di Indonesia akibat fenomena El Nino sebesar 1,13-1,89 juta ton, sehingga akan menurunkan pendapatan petani 9-20 persen,” ungkap Suharso.(ant/bwo)
Load more