Jakarta, tvonenews.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun, atau setara dengan 5,6 persen belanja APBN 2024.
"Dan Anggaran Kesehatan tidak lagi berbasis mandatory spending melainkan berbasis kinerja," kata Putut, sebagaimana dikutip, Selasa (26/9/2023).
Pasalnya, kata Putut, pengeluaran biaya kesehatan per orang per tahun selama ini selalu tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi per orang per tahun dari suatu negara. Oleh karenanya, Putut menerapkan sejumlah strategi untuk menyiasati hal itu.
Putut mencontoh sektor belanja kesehatan dari negara lain, yaitu konsep pendanaan kesehatan berbasis kinerja. Bersumber dari pencatatan pendanaan, transparansi, alokasi yang baik dan pemanfaatannya.
Strategi dalam menyiasati keterbatasan Anggaran Kesehatan yang disampaikan Putut, yaitu; Pertama, membuka sumber lain yang didapat dari swasta atau filantropis.
Kedua, melalui penentuan skala prioritas yang jelas. Dan yang ketiga adalah pentahapan.
"Saat ini, pemerintah membuka partisipasi public dalam penyusunan aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," kata Putut.
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024, Kementerian Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan Anggaran Kesehatan sebesar Rp187,5 triliun. Nilai ini setara dengan 5,6 persen dari APBN.
Secara tren, Anggaran Kesehatan ini cenderung meningkat selama lima tahun terakhir, utamanya untuk penanganan Covid-19 dan menyesuaikan dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2020 berjumlah Rp172,3 triliun.
Tahun 2021 menjadi Rp312,4 triliun, kemudian di tahun 2022 menjadi Rp188,1 triliun. Dan outlook tahun 2023 ini sebesar Rp172,5 triliun.
Dengan Anggaran Kesehatan tahun 2024 sebesar Rp187,5 triliun, maka jumlahnya meningkat 8,7 persen atau Rp15,0 triliun dibandingkan outlook Anggaran Kesehatan tahun sekarang.
Berdasarkan hasil kesepakatan dengan DPR, Anggaran Kesehatan tahun depan tersebut dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat (BPP).
Rinciannya, pertama, Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp107,2 triliun. Kemudian, kedua, Belanja Non-K/L senilai Rp14,2 triliun. Ketiga, melalui Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp66,1 triliun.
Putut menjelaskan, alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp187,5 triliun di tahun 2024 akan diarahkan untuk menyasar tujuh target utama.
Pertama, penurunan prevalensi stunting. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka stunting di Indonesia terus menurun. Tahun 2014 sebesar 37 persen, tahun 2021 menurun tajam menjadi 24,4 persen, dan tahun 2022 lalu berkurang menjadi 21,6 persen.
Untuk mencapai target 14 persen, Pemerintah bertekad melakukan penajaman lokasi dan intervensi prevalensi stunting di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, serta memperkuat sinergi berbagai institusi baik pemerintahan pusat, daerah, dan swasta.
Kedua, transformasi layanan primer yang bersifat promotif dan preventif, di antaranya pengobatan dan penangan terhadap ibu hamil dengan kekurangan energi kronis. Kebijakan ini juga turut membantu menurunkan angka stunting.
Ketiga, transformasi layanan rujukan, yaitu dengan pemerataan akses peningkatan layanan prioritas penyakit jantung, stroke, kanker dan ginjal. Pencapaian transformasi yang dilakukan Pemerintah berhasil membangun 15 rumah sakit pratama untuk penguatan layanan rujukan di daerah terpencil. Selain itu, 16 rumah sakit vertikal telah bekerja sama dengan institusi atau rumah sakit internasional.
Keempat, transformasi sistem ketahanan nasional. Pemerintah terus mendorong inovasi alat kesehatan buatan dalam negeri dan penjaminan produk dalam negeri melalui pengadaan barang dan jasa. Hasilnya, sejak 2021 lalu, delapan dari 10 bahan baku obat telah diproduksi di dalam negeri. Dan 38 industri farmasi nasional difasilitasi untuk mengganti sumber lima bahan baku obat dari dalam negeri.
Kelima, transformasi sistem pembiayaan. Meliputi insentif tenaga kesehatan serta perluasan cakupan layanan bagi masyarakat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023.
Keenam, transformasi SDM kesehatan, yaitu dengan meningkatkan cakupan tenaga kesehatan. Saat ini, 91 persen Puskesmas telah dilengkapi minimal satu orang dokter. Kemudian 61,5 persen RSUD telah dilengkapi tujuh jenis dokter spesialis, dan menerbitkan 236.075 surat tanda registrasi (STR) tenaga kesehatan.
Ketujuh, transformasi teknologi kesehatan. Mengenai transformasi teknologi kesehatan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perkembangan teknologi di bidang kesehatan yang demikian maju dan pesat harus dijawab dengan kemampuan Indonesia, tidak hanya di bidang rumah sakit, juga teknologi di bidang industri farmasi.
Diketahui, Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang sukses dalam menangani krisis kesehatan serta memulihkan ekonomi dengan cepat dan baik, setelah guncangan besar pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Manajemen alokasi anggaran kesehatan yang diterapkan Menkeu Sri Mulyani saat menghadapi badai pandemi Covid-19 dinilai menjadi strategi jitu bagi Indonesia.
“Manakah yang lebih harus didahulukan, kesehatan atau ekonomi? Bagi Saya, keduanya sama pentingnya dan harus berjalan bersama,” Demikian tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat merespons dan menangani Covid-19 di Tanah Air.
Meski demikian, dampak pandemi masih dirasakan oleh masyarakat. Sehingga Pemerintah terus meningkatkan anggaran kesehatan untuk memitigasi risiko kesehatan lainnya, sekaligus ikhtiar mewujudkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sehat dan produktif. (ito)
Load more