Menurut Yusri, perlu dipahami SPBU dan SPBBE serta Agen LPG adalah mitra utama Pertamina dalam mendistrubusikan produk BBM dan LPG Pertamina kepada masyarakat.
"Sehingga keberadaannya harus saling sinergi dan melindungi bukan saling 'memakan' agar pelayanan kepada konsumen semakin baik," terang Yusri.
Ditegaskan Yusri, jika ada kebijakan Pemerintah kepada Pertamina dalam konteks penyempurnaan digitalisasi tahap 1 ke tahap 2 itu merupakan hal yang baik untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran.
"Akan tetapi meskipun investasi itu menjadi beban pemilik SPBU, maka tidak serta merta Pertamina buang badan dengan melakukan pembiaran terhadap pemilik SPBU diduga menjadi santapan kartel FCC, diperlukan perlindungan Pertamina terhadap pemilik SPBU untuk menghindari kecurigaan publik adanya keterlibatan oknum Pertamina dalam program digitalisasi SPBU tahap 2 ini," ungkap Yusri.
Sebab, kata Yusri, jika pemilik SPBU merasa dirugikan atas kebijakan Pertamina, itu pada ujungnya akan berdampak akan merugikan konsumen BBM, yaitu akan berpotensi pemilik SPBU akan menyeludupkan BBM subsidi dan penugasan atau mengakali takaran volume BBM merugikan konsumen untuk menutupi beban kewajibannya yang tidak wajar.
"Mengingat adanya keterbatasan kewenangan CERI menurut UU dalam menelisik dugaan kongkalikong pengadaan perangkat digitalisasi SPBU lebih dalam, maka CERI segera akan melaporkan dugaan kartel digitalisasi SPBU ke Komisi Perlindungan Persaingan Usaha (KPPU)," ungkap Yusri.
Apalagi, lanjut Yusri, ada kabar terbaru bahwa mantan Ketua BPH Migas, Fansurullah Asa sejak Kamis (23/11/2023) telah ditetapkan oleh DPR RI sebagai salah satu Komisioner KPPU, ini angin segar.
Load more