Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat Ekonomi sekaligus alumni Eisenhower Fellowships Indonesia Mari Elka Pangestu mengungkapkan, dampak konflik Iran-Israel bagi perekonomian Indonesia.
Hal ini disampaikan dalam webinar diskusi bertajuk "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang digelar oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter.
Konflik Iran dengan Israel itu akan memicu eskalasi. Hal ini tentu berpengaruh terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
"Saya coba mendengarkan semua analisa, perkiraannya adalah eskalasinya kemungkinan rendah karena tidak ada yang mau eskalasi itu terjadi, terutama Amerika karena ini akan sangat merugikan Amerika," ujar Mari melalui diskusi secara virtual, di Jakarta, Senin (15/4/2024).
Namun, dia menjelaskan dampak bagi Indonesia adalah akan terjadi gangguan impor yang melewati Terusan Suez.
"Untuk Indonesia apa pengaruhnya? Rantai pasok melalui Suez kanal akan mengalami gangguan sehingga ini ada gangguan terhadap impor kita. Apakah itu minyak, gandum maupun produk dari Eropa lainnya," jelasnya.
Dengan demikian, kata Mari harga minyak dan produk impor lainnya bisa naik. Selain itu, Indonesia juga bisa mengalami inflasi dan nilai rupiah anjlok.
"Di luar itu, gejolak harga minyak, inflasi, dan gejolak harga komoditi yang lain juga akan mempengaruhi Indonesia. Dan diperkirakan rupiah yang juga sudah melemah, bisa melemah lebih jauh lagi," ucapnya.
Selain itu, dia menambahkan Indonesia juga bisa mengalami kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Karena konflik di Timur Tengah itu bisa berdampak pada defisit anggaran.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bahwa serangan drone dan rudal Iran ke Israel, Sabtu (13/4/2024) malam hingga Minggu (14/4/2024) dini hari berdampak terjadinya inflasi ke Indonesia.
Termasuk di dalamnya harga minyak dapat berpotensi naik melambung tinggi karena dampak dari konflik Iran-Israel yang semakin memanas.
"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," pungkas Bambang.
Dalam hal ini ada tiga faktor utama yang membuat tekanan terhadap inflasi Indonesia sedikit lebih tinggi dari internal ataupun eksternal.
1. Inflasi harga pangan bergejolak tinggi (volatile food) yang masih jadi faktor bagi inflasi Indonesia.
2. Inflasi harga barang yang diatur pemerintah. Contohnya BBM dan LPG.
3. Inflasi yang berasal dari luar negeri atau impor berpengaruh dari naiknya harga barang yang berada di luar negeri saat rupiah semakin melemah hingga gangguan distribusi global.
Tingkat inflasi tahunan terakhir diliat dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024 yang sebesar 3,05 persen atau meningkatnya Indeks Harga Konsumen (HK) berawal dari 102,99 berubah menjadi 106,13. (saa/hap)
Load more