Jakarta, tvOnenews.com - Memanasnya tensi geopolitik di Timur Tengah, membuat nasib impor minyak mentah Indonesia cukup mencemaskan.
Hal itu sebagaimana dipaparkan oleh ekonom sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim, yang mengkhawatirkan kenaikan harga minyak mentah jika konflik di Timur Tengah terus memanas.
"Kalau terus memanas, akan membuat harga minyak mentah mengalami kenaikan sampai 100 dolar AS per barel, ini akan membuat Indonesia ini akan membengkak terutama adalah impor minyaknya," kata Ibrahim di Jakarta dikutip Rabu (17/4/2024).
Mengingat Indonesia adalah salah satu importir minyak mentah terbesar di ASEAN, yaitu 200.000 barel per hari, tentu membuat negara khawatir akan kondisi memanasnya geopolitik Timur Tengah. Sebab akan membuat belanja negara untuk impor minyak mentah akan bertambah jika harga minyak mentah dunia naik.
Lebih lanjut, jika konflik Iran dan Israel terus berkepanjangan maka dapat membuat pelemahan rupiah berlanjut, karena pasar akan beralih ke aset safe haven seperti dollar AS.
"Tadi malam kementerian perang di Israel memberikan satu pernyataan bahwa di akhir pekan Israel kemungkinan besar akan melakukan serangan balik terhadap Iran. Nah ini yang membuat indeks dolar AS kemungkinan besar ini akan menuju di 110 atau di 112. Ini adalah level tertinggi sepanjang masa yang ditakutkan oleh pasar," tuturnya.
Di sisi lain, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh penguatan indeks dolar AS yang disebabkan oleh menguatnya data ekonomi Amerika Serikat (AS). Penjualan ritel pada Maret 2024 di Amerika naik 0,7 persen dari bulan lalu.
"Hari ini (Selasa), pasar Indonesia telah dibuka dan luar biasa sekali dampaknya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan yang terus mengalami penurunan yang bahkan bisa saja ke 7.050 kemudian rupiah pun juga melemah di hampir 16.200. Ini cukup luar biasa," katanya.
Terpisah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya juga menyoroti pentingnya pengaruh Selat Hormuz terhadap stabilitas harga minyak dunia.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, tak menampik bahwa jalur perdagangan minyak bisa saja terpengaruh akibat konflik Iran dan Israel.
Selat yang memisahkan Iran dan Uni Emirat Arab tersebut menjadi lokasi vital perdagangan dunia, khususnya jalur minyak.
Terletak antara Teluk Persia dan Teluk Oman, ada lebih dari 20 ribu vessel (kapal) yang mengangkut puluhan juta barel minyak melintasi selat tersebut.
“Kalau saya bilang itu signifikan jumlahnya. Kan yang lewat sana lebih dari 20 ribu vessel (kapal), totalnya puluhan juta barel (minyak),” ujar Tutuka saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Selasa (15/4/2024). (rpi)
Load more