Jika dirunut dengan cermat, saya sedang mengejar penjelasan seorang warganet yang mendorong benchmarking. Ini menarik dan penting. Beliau lalu mengelaborasi dengan usulan konkret, berdasar tantangan di lapangan.
Namun meski menjadi sinisme dan olok2, ada berkahnya cuitan ini mendapat respon sangat banyak. Saya dan tim mencatat dengan saksama, mengidentifikasi, dan memetakan masukan2 itu dalam klaster: kebijakan, sistem, praktik, SDM. Nanti mungkin akan berkembang lagi.
Sejarah panjang keterlibatan saya di ruang publik rasanya tak memungkinkan saya bermalas-malas menuntut solusi matang dari orang lain. Saya membantu Kemenkeu baru mulai awal 2020. Sebelumnya belasan tahun ikut mengadvokasi kebijakan publik melalui beberapa medium. Itu kerja lapangan yang butuh stamina dan nyali. Saya belum lulus tapi mensyukuri pernah melewati proses ini.
Kembali ke ungkapan “ada masukan konkret”. Saya cukup sadar tak mungkin membebani warganet, warga negara, dan pembayar pajak untuk mikir. Kami digaji untuk bekerja, termasuk berpikir. Namun tradisi mendengarkan mesti dibangun dan terus dirawat. Maksud saya adalah kanalisasi aspirasi. Saya ingin menyerap sebanyak mungkin masukan dari lapangan yang berbasis pengalaman konkret, justru untuk bahan baku perbaikan. .....
.....Terima kasih untuk relasi dan interaksi yang amat dinamis, intim, dan kaya ini. Sukses buat teman2 semua. Jangan pernah lelah menjadi bagian kereta perbaikan untuk kebaikan bersama. Jika ada masukan konkret, saya siap mendengarkan ya.
Belajar Dari Satpam BCA
Namun, penjelasan panjang Yustinus Prastowo ini justru tetap dikritisi warganet. Penjelasan Yustinus Prastowo justru dinilai kepanjangan dan tidak menyelesaikan persoalan.
Load more