"Tapi dokumentasi, address segala ini masih sebatas teman-teman di DHL yang memprosesnya dengan importirnya. Itu juga belum selesai 2023, baru kemudian yang kami tangkap 2024 ada yang menyampaikan di medsos. Padahal barang itu bukan di Bea Cukai, barang itu masih di PJT dan disimpan di gudang, di sini," ungkapnya.
Lantas pihak Bea dan Cukai justru mendapat informasi dari media sosial terkait alat bantu belanja Taptilo. Pihaknya pun melakukan tindak lanjut untuk mencari tahu status barang tersebut.
"Kami kejar lah barang itu di mana prosesnya, dokumennya di mana. Dari situ kami kemudian cek ke DHL dan ketemu, kemudian dengan SLB. Rupanya baru terbuka, barang itu bukan barang kiriman, tetapi adalah barang hibah," paparnya.
Karena Taptilo merupakan barang yang dihibahkan oleh Korea Selatan untuk menunjang alat belajar siswa tunanetra, Askolani menjelaskan pemerintah dapat membantu.
"Nah setelah kita tahu barang itu barang hibah, maka kita kasih info bahwa kalau barang hibah itu kita bisa pemerintah itu bisa fasilitasi, negara bisa fasilitasi untuk barang hibah untuk kepentingan pendidikan atau sosial," urainya.
"Ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya untuk tidak dikenakan bea masuk atau pajak dalam barang impor, ada regulasinya yang fasilitasi itu," tandas dia.
Sebagai informasi, dalam surat elektronik yang diterima SLB Tunanetra, Bea cukup menetapkan nilai barang sebesar 22.846,52 dolar AS, atau sekitar Rp361,03 juta rupiah.
Load more