Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan depresiasi nilai tukar rupiah pada triwulan I-2024 di angka 2,89 persen year-to-date (ytd) masih lebih baik daripada mata uang Thailand yakni bhat, dan mata uang Malaysia yaitu ringgit.
"Thai Baht 6,41 persen depresiasi ytd dengan periode yang sama dengan rupiah. Ringgit Malaysia mengalami depresiasi 2,97 persen," jelas dia, di konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) II 2024, Jumat (3/5/2024).
Eks Direktur Eksekutif Bank Dunia ini menjelaskan kinerja rupiah ditopang oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia (BI) dan surplus neraca perdagangan barang.
Melansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri menerangkan bahwa surplus neraca perdagangan barang pada Maret 2024, tumbuh menjadi US$4,47 miliar.
Angka ini lebih tinggi dari periode sebelumnya, Februari 2024 di angka US$0,83 miliar.
Sementara itu, cadangan devisa sampai akhir Maret tetap tinggi di level US$140,4 miliar.
Angka ini setara dengan 6,4 bulan impor atau 6,2 impor dengan pembayaran utang luar negeri dari pemerintah.
Tentu angka ini berada di atas standar kecukupan internasional, yaitu sekitar 3 bulan impor.
"Pada April 2024, tekanan terhadap mata uang global berlanjut. Indeks nilai tukar dolar terhadap mata uang utama menguat tajam, mencapai level tertinggi 106,25 pada 16 April 2024. Dolar mengalami apresiasi 4,86 persen jika dibandingkan dengan akhir 2023," tegas dia.
Apresiasi terhadap dolar tentu membawa tekanan kepada seluruh mata uang di dunia.
"Rupiah juga mengalami pelemahan 5,02 persen ytd, masih relatif lebih rendah. Perkembangan ini tentu didukung dari respons BI yang terus memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan instrumen moneter," tandas dia.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di level Rp16.083 per US$1. (agr/muu)
Load more