Jakarta, tvOnenews.com - Komisi X DPR RI menerima banyak keluhan dari pelaku bisnis hiburan malam dari berbagai daerah yang menjerit karena tingginya pajak.
Hal itu diungkapkan Tim Komisi X DPR RI setelah melakukan kunjungan Kerja Reses ke Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Aspirasi PHRI tersebut secara umumnya berupa keluhan kenaikan pajak atas hiburan dan pariwisata yang sangat tinggi, yakni sebesar 75 persen.
PHRI Sulsel menilai, regulasi kenaikan pajak hiburan setinggi itu dirasa tidak manusiawi.
Pasalnya, hal tersebut niscaya akan berdampak pada jumlah kunjungan hiburan malam yang pasti akan mengalami penurunan drastis.
Oleh sebab itu, PHRI Sulsel menolak kenaikan pajak hiburan malam di Makassar yang naik 75 persen.
Bahkan, kenaikan tersebut dinilai dapat menyebabkan matinya industri hiburan malam yang kemudian juga akan membuat angka pengangguran meningkat.
Merespons hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi berjanji saat masa sidang dibuka pada pekan mendatang akan menyampaikan dan mendiskusikannya kepada pemerintah.
Dalam hal ini, akan dibahas dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai mitra kerja Komisi X DPR RI.
"Dalam Reses kali ini ke Provinsi Sulawesi Selatan, sejatinya kami terima banyak aspirasi, masukan dan keluhan dari berbagai stakeholder terkait," kata kata Nur Purnamasidi dikutip dari Parlementaria pada Jumat (10/5/2024).
Tak hanya di Makassar, Anggota Komisi X DPR RI tersebut mengungkap bahwa keluhan serupa juga dilayangkan para pelaku bisnis hiburan malam dari berbagai daerah.
Namun, pihaknya tidak merinci berapa dan dari daerah mana saja keluhan-keluhan tersebut masuk.
"Namun khusus untuk industri Pariwisata dan hiburan kami terima keluhan senada dengan pelaku industri hiburan di daerah lainnya," imbuhnya.
Kenaikan pajak hiburan dan pariwisata adalah dampak berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam kasus di Sulsel, UU tersebut lalu diturunkan menjadi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 yang telah disahkan pula oleh DPRD Kota Makassar.
Sebagai informasi, dasar hukum pengenaan pajak hiburan tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Kemudian diperbarui dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Namun untuk pengaturan teknis sebagai regulasi pelaksana atas undang-undang pajak hiburan itu, diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah (Perda) masing-masing wilayah Pemerintah Daerah (Pemda).
Dalam pasal 58 ayat 1, tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) ditetapkan maksimal 10 persen.
Namun, Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, pemerintah menetapkan tarif pajak minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. (rpi)
Load more