Proyek ini akan dibangun pada lahan seluas 200 hektare yang merupakan lahan bekas tambang.
Kendati demikian, Rico mengaku perusahaan masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya proses pembebasan lahan termasuk proses mendapatkan izin dan tantangan dari segi pendanaan.
Dari segi pendanaan, dibutuhkan belanja modal sebanyak 185-190 juta dolar AS atau sekitar Rp2,97-3,05 triliun yang berasal dari dua sumber.
Sumber pertama berasal dari keuangan perusahaan dengan persentase sebanyak 20-30 persen, dan sumber kedua berasal dari pinjaman internasional.
Lebih lanjut, Rico menjelaskan bahwa PLTS yang juga dilengkapi dengan 80 MWh penyimpanan energi baterai (BESS) itu mampu mengurangi produksi CO2 hingga 6.832.707 ton sepanjang masa 25 tahun operasional.
Angka tersebut didapatkan dari jumlah offset emisi karbon dari konsumsi batu bara smelter Hengjaya Nickel dan Ranger Nickel dengan daya sekitar 200 MW yang beroperasi penuh sepanjang tahun.
“Mereka kebutuhannya sekitar dua ratusan lebih megawatt untuk menggunakannya secara stabil 24 jam 365 hari dalam setahun. Sedangkan kami hadir juga sekitar di angka 200 MW yang beroperasi dari 06.00 pagi sampai 06.00 malam."
Load more