Jakarta, tvOnenews.com - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk UMKM sampai 2026 mendatang.
Hal itu disampaikan Airlangga setelah rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
"Tadi presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Nah tentu UMKM tersebut adalah yang mikro yang penjualannya Rp1-2 miliar per tahun, kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp15 miliar per tahun," kata Airlangga Hartarto.
Airlangga menegaskan, kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, serta berbagai alat kesehatan.
Sedangkan, untuk usaha kategori menengah dan besar kewajiban sertifikasi halal tetap ditarget pada Oktober 2024.
Salah satu pertimbangan diundurnya kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil adalah karena capaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai 4 juta lebih.
Padahal, pemerintah menargetkan sebanyak 10 juta sertifikasi halal.
Adapun untuk produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan kewajiban sertifikasi halal setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA).
"Tadi dilaporkan Menteri Agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA, maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk," terangnya.
Sedangkan untuk negara-negara yang belum menandatangani MRA maka ketentuan belum diberlakukan.
Kemudian, Airlangga juga menyampaikan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki NIB atau Nomor Induk Berusaha.
Oleh karena itu pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kategori "kaki lima" untuk mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal.
"Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," kata dia. (ant/rpi)
Load more