Bukan hanya pasien yang berada pada kondisi darurat dan butuh transfusi, ketika itu, para penderita haemofilia, atau yang rutin mendapat transfusi darah juga terekspos dari metode pengobatan atau transfusi darah baru yang diturunkan dari plasma darah.
Di Inggris yang mayoritas pelayanan kesehatannya dilakukan oleh National Health Service, mulai menggunakan metoda baru plasma darah pada awal tahun 1970-an, yang disebut Factor VIII. Transfusi model baru ini ketika itu disebut sebagai obat ajaib dan dinilai lebih nyaman dibandingkan alternatif lain.
Lonjakan permintaan plasma darah ketika itu membuat Inggris kekurangan pasokan, dan terpaksa mengimpor Factor VIII dari Amerika Serikat, yang sebenarnya memiliki pendonor plasma dari para narapidana, dan juga pengguna narkoba yang dibayar untuk mendonorkan darahnya.
Aksi impor inilah yang meningkatkan risiko terkontaminasinya plasma darah, atau Factor VIII yang dibuat dari campuran ribuan darah pendonor. Akibat metode ini, satu darah yang terinfeksi akan membahayakan seluruh rangkaian produk.
Hasil laporan penyelidikan memperkirakan bahwa terdapat lebih dari 30 ribu orang yang terinfeksi penyakit akibat mendapat transfusi darah yang terkontaminasi dari darah Factor VIII.
Kompensasi Korban
Pada akhir tahun 1980-an, para korban dan keluarga korban skandal transfusi darah ini sebenarnya telah meminta ganti rugi atas dasar kelalaian medis. Meski pemerintah akhirnya membuat lembaga amal untuk mendukung pembayaran bagi korban yang terinfeksi HIV di tahun 1990-an, pemerintah tidak pernah mengaku bertanggung jawab.
Load more