Sementara, ekonom senior Faisal Basri justru mengatakan kriminalisasi keputusan bisnis di BUMN terjadi karena buruknya penegakan hukum di Indonesia. "Hampir mustahil Indonesia ekonominya bagus kalau institusinya buruk," katanya.
Faisal Basri juga menyebut hal yang terjadi pada mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan dapat menimbulkan ketakutan bagi direksi untuk mengambil risiko bisnis.
"Terlepas dari (kasus) Karen, pokoknya sekarang direksi Pertamina tidak mau ambil risiko, takut (mengalami) seperti yang dialami Karen, ini fakta. Lihat saja sekarang lifting minyak tinggal 606.000 barel per hari," ujarnya.
Berbeda sikap dengan KPK, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Feri Wibisono justru sepakat bahwa kerugian perusahaan bukanlah tanggung jawab direksi. Meski kerugian disebabkan keputusan direksi, tidak berarti bahwa direksi yang bersangkutan otomatis bersalah.
"Keputusan itu dibuat dalam kewenangan, dilakukan tanpa ada benturan kepentingan dan sungguh-sungguh untuk kepentingan terbaik dari perseroan. Jadi, kalau kerugian itu timbul dan memenuhi business judgement rule, itu adalah kerugian kerugian bisnis. Tidak memiliki risiko hukum bagi yang bersangkutan," kata Feri dalam kesempatan yang sama.
Nasib Buruk Karen
Setelah tidak lagi menjabat Direktur Utama Pertamina, pada tahun 2019, Karen Agustiawan dijerat kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Bersama dengan dengan sejumlah pejabat Pertamina, wanita bernama asli Galaila Karen Kardinah ini didakwa dengan tuduhan kasus korupsi.
Load more