“Namun tentu saja penerapannya harus hati-hati karena ada benturan dengan perjanjian WTO,” ungkap perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Dwi Wahyono.
Perwakilan dari APSyFI, Redma, menyatakan hingga saat ini bahwa di platform digital masih ada produk yang harganya tidak masuk akal misalnya produk baju bayi. Masalah lainnya yang disoroti adalah dukungan akses pasar, serta penegakan hukum terkait SNI dan labeling.
Perwakilan dari GABEL, Wisnu Gunawan, menyoroti Permendag 36 Tahun 2023 di mana Permendag ini membuat industri yang sudah mati suri kembali bergairah. Namun relaksasi impor melalui Permendag 8 Tahun 2024 membuat masa depan industri elektronik lokal menjadi tidak menentu.
Perwakilan dari APREGINDO, Hanaka Santoso, menyatakan bahwa hambatan impor harusnya dilakukan secara selektif, karena mengakibatkan Indonesia menjadi kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lainnya terutama dalam rangka menjadi tujuan “Shopping Tourism”.
Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari HIPPINDO, Noviantya Ayu, di mana selain upaya penegakan hukum terhadap impor ilegal, juga diperlukan upaya agar konsumen Indonesia tidak lari ke luar negeri.
Perwakilan API, Danang, menyatakan bahwa regulasi di Indonesia untuk melindungi serbuan produk impor telah cukup, namun lemah dalam penegakannya. Akibatnya masih banyak produk impor baik resmi maupun ilegal yang membanjiri pasar Indonesia.
Hal ini memberikan tekanan yang luar biasa terhadap pelaku usaha dalam negeri, terbukti kontribusi manufaktur terhadap PDB Indonesia terus mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir ini. Ke depannya, KPPU akan bersinergi dengan berbagai pihak terkait guna mendiskusikan langkah-langkah menghadapi ancaman terhadap industri dalam negeri akibat harga produk jadi impor yang sangat murah.
Load more