Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan potongan gaji pagi karyawan hingga pekerja mandiri untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera menuai pro dan kontra.
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak bisa diterapkan merata karena tidak semua perusahaan memiliki kondisi finansial yang sehat.
Sebagaimana diketahui, Tapera diambil dari 3% pendapatan pekerja. Untuk karyawan yang bekerja dengan perusahaan, maka 2,5% akan dipotongkan dari gaji dan 0,5% lagi dibebankan pada perusahaan.
“Untuk perumahan bagi para pekerja penting, tapi kan juga penting bagaimana jangan sampai jadi beban. Juga harus dilihat nggak semua perusahaan itu sehat,” kata Arsjad, dikutip Rabu (29/5/2024).
Menurut Arsjad, kebijakan Tapera sangat baik karena akan membantu pekerja dalam memiliki rumah, namun hal itu tidak bisa diterapkan merata kepada semua perusahaan.
“Ada perusahaan-perusahaan yang tidak sehat, jadi ini harus kita lihat kembali gitu. Makanya kenapa Kadin selalu menitikberatkan bagaimana balance antara pengusaha dan pekerja,” ucap Arsjad.
Ia juga menyampaikan bahwa hal yang berhubungan dengan pengusaha dan pekerja harus menciptakan keseimbangan dan kesinambungan di antara keduanya.
“Di sini penting sekali, di sini perlu adanya kesinambungan, balancing antara yang namanya pengusaha dan juga pekerja. Nah ini maksud dan tujuannya baik, tinggal bagaimana supaya jangan memberatkan pengusaha tetapi juga membantu yang namanya pekerja,” ujar Arsjad.
Lebih lanjut, Arsjad mengungkapkan bahwa dalam pembangunan ekonomi bukan hanya melibatkan pemangku kepentingan dan pengusaha, tetapi peran dari para pekerja.
Oleh karena itu, Arsjad mengatakan keseimbangan dan saling memahami di antara pengusaha dan pekerja juga diperlukan.
Hal itu agar pekerja dapat mengerti apa dan bagaimana tantangan pengusaha, begitu pun sebaliknya pengusaha juga harus mengerti apa yang diperlukan oleh pekerja.
“Karena tanpa ada pengusaha, nggak ada pekerja, nggak ada pekerja nggak ada pengusaha. Ini perlu dua-duanya. Karena apa, kan kita itu tujuannya sama, tujuannya menuju Indonesia Emas 2045."
"Dan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, harus bersama-sama. Nah itu harus terjadi,” imbuh Arsjad.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara resmi menolak aturan tentang tabungan perumahan Tapera yang dianggap membebankan tersebut.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan resmi di Jakarta menyatakan, Apindo sejak awal telah tegas menolak inisiasi Tapera tersebut.
“Sejak munculnya UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Rakyat’ Apindo dengan tegas telah menolak diberlakukannya UU tersebut,” kata Shinta Kamdani, dikutip Rabu (29/5/2024).
Shinta mengatakan, Apindo telah melakukan sejumlah diskusi, koordinasi, dan mengirimkan surat kepada Presiden mengenai Tapera.
Sejalan dengan Apindo, Serikat Buruh/Pekerja juga menolak pemberlakuan program Tapera. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh.
Shinta menjelaskan bahwa Apindo pada dasarnya mendukung kesejahteraan pekerja dengan adanya ketersediaan perumahan bagi pekerja.
Namun, Ia menilai PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 itu menduplikasi atas program sebelumnya, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya. (ant/rpi)
Load more