Jakarta, tvOnenews.com - Hasil penyelidikan awal berhasil mengungkap kondisi yang dihadapi pesawat Singapore Airlines saat terjadi tubulensi parah pekan lalu. Pesawat Boeing 777 ini ternyata sempat jatuh hingga 178 kaki, atau sekitar 54 meter pada saat mengalami turbulensi.
Otoritas Kementerian Transportasi Singapura mengungkapkan hasil penyelidikan awal atas insiden turubulensi parah pesawat Singapore Airlines yang menewaskan seorang penumpang dan melukai puluhan penumpang dan awak pesawat.
Pada 21 Mei 2024 lalu, pesawat Singapore Airlines yang terbang dari Bandara Heatrow London menuju Singapura ini, harus menghadapi turbulensi udara parah. Pesawat yang mengangkut 211 penumpang dan 18 awak ini terpaksa harus mendarat darurat di Bangkok, Thailand.
Otoritas berwenang Singapura telah melakukan investigasi bersama dengan Badan Keselamatan Transportasi Amerika Serikat (NTSB), FAA, dan Boeing. Hasil investigasi telah berhasil menyusun kronologi dan analisis dari hasil pengumpulan data penerbangan.
Temuan awal menunjukkan bahwa insiden terjadi saat pesawat melintas di sebelah selatan Myanmar pada ketinggian 37 ribu kaki (11.277 meter). Ketika itu, pesawat mengalami goncangan akibat adanya perubahan tekanan gravitasi.
Mengatasi adanya getaran, pilot pesawat kemudian menaikkan ketinggian ke level 37.362 kaki (11.387 meter) dan menaikkan kecepatan untuk mencapai ketinggian yang dianggap aman. Namun,sistem pilot otomatis kemudian berupaya menurunkan ketinggian untuk kembali ke level semula.
"Pesawat mengalami perubahan tiba - tiba dalam gaya gravitasi (G).. hal inilah yang membuat penumpang dan awak yang tidak menggunakan sabuk keselamatan terguncang ke atas dan menabrak plafon pesawat," jelas otoritas berwenang Singapura.
Selama terjadinya turbulensi, pilot terdengar mengumumkan kepada penumpang untuk menggunakan sabuk keselamtan dan menyalakan lampu tanda penggunaan sabuk keselamatan. Data menunjukkan bahwa pilot butuh waktu 21 detik untuk mengendalikan pesawat, sebelum kembali mengaktifkan sistem kendali otomatis atau autopilot.
Setelah turubulensi parah ini, untungnya pesawat tidak lagi menghadapi insiden berarti hingga akhirnya mendarat darurat di Bangkok sekitar satu jam setelah insiden.
Teror di Kabin
Selama terjadinya turbulensi parah, para penumpang Singapore Airline menggambarkan kondisi teror dan menakutkan yang dialami di kabin pesawat. Selain penumpang yang terlempar dari tempat duduk, banyak peralatan, makanan, minuman, hingga bagasi
yang berserakan.
Hingga hari Rabu (29/5/2024), sebanyak 26 penumpang pesawat masih menjalani perawatan di Bangkok, Thailand. Pihak rumah sakit sebelumnya mengungkap bahwa kondisi luka korban termasuk kerusakan saraf tulang belakang, geger otak, hingga retak tulang dan juga luka organ dalam.
Sebelumnya, korban meninggal dunia telah dikembalikan ke negara asalnya Inggris. Korban pria berusia 73 tahun ini diduga meninggal akibat serangan jantung saat terjadinya turbulensi.
Hingga saat ini, belum diketahui apa penyebab pasti terjadinya turbulensi yang semakin marak di dunia penerbangan. Namun, banyak pihak mengasosiasikan kasus turbulensi dengan kondisi cuaaca buruk atau badai, meski sebenarnya banyak kasus turbulensi yang terjadi saat kondisi cuaca cerah dan tidak berawan.
Menurut laporan NTSB pada tahun 2021, turbulensi bertanggung jawab terhadap 37,6 persen kasus kecelakaan dalam industri penerbangan selama periode 2009 - 2018. Bahkan menurut catatan FAA, terdapat 146 kasus luka serius akibat insiden turbulensi pesawat selama periode 2009-2021. (AP)
Load more