Jakarta, tvOnenews.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS kembali terpuruk dan menembus level 16.236. Level Rupiah saat ini berada pada tingkat yang sempat membuat pemerintah dan Presiden Jokowi ngeri dan ketar - ketir di bulan April 2024 lalu.
Pada awal perdagangan Kamis (30/5/2024) pagi, kurs Rupiah turun 76 poin atau 0,47 persen ke level Rp16.236 per dolar AS, dibandingkan dengan level Rp16.160 per dolar AS pada Rabu (29/5/2024).
"Rupiah hari ini diprediksi masih melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS pada kisaran Rp16.200 per dolar AS sampai dengan Rp16.250 per dolar AS," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova di Jakarta, Kamis (30/5/2024).
Rully Nova mengaku, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni kenaikan tingkat imbal hasil atau yield obligasi AS dan indeks dolar AS di pasar global. Tingkat yield obligasi AS bertenor 10 tahun telah menembus level 4,62 persen, dan membuat permintaan terhadap dolar meningkat sehingga indeks dolar AS naik ke level 105.
Selain itu, pelaku pasar juga menantikan dan akan mengamati data inflasi Indeks Personal Consumption Expenditure (PCE) AS.
Sementara tingkat keyakinan pasar terkait waktu atau timing penurunan suku bunga AS sebesar 25 basis poin pada November 2024 terus menurun, seiring dengan ekspektasi inflasi AS menuju target 2 persen yang belum jelas arahnya.
Bikin Ketar - Ketir
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap ada tiga hal utama yang paling ditakuti negara - negara dunia saat ini. Salah satunya adalah anjloknya nilai tukar, termasuk kurs Rupiah yang sempat anjlok ke level Rp16.200, dan sempat membuat pemerintah ketar - ketir.
"Apa yang ditakuti oleh seluruh negara - negara dunia saat ini? Ada tiga, yang pertama yang berkaitan dengan kurs, kalau di Indonesia Rupiah dengan Dolar. Kuat mana, kuat Rupiah atau kuat Dolar?" kata Presiden Jokowi aat memberi sambutan pada acara Inaugurasi Menuju Ansor Masa Depan, di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Presiden Jokowi bahkan mengungkapkan kondisi kritis yang dihadapi pemerintah saat nilai tukar Rupiah anjlok pascalibur Lebaran 2024 di bulan April 2024 lalu.
Pascalibur lebaran 2024 lalu, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS mang sempat anjlok hingga menembus level 16.200. Anjloknya Rupiah dan hampir seluruh mata uang global pada saat yang sama ini, terutama disebabkan oleh penguatan Dolar.
Untuk menghadapi gejolak nilai tukar ini, berbagai langkah telah dilakukan pemerintah dan bank sentral. Secara agresif, Bank Indonesia di bulan April 2024 bahkan menjadi satu dari tiga negara di dunia yang menaikkan suku bunga acuan.
Lebih lanjut Presiden Jokowi menjelaskan bahwa dampak dari perubahan nilai tukar Rupiah terhadap perekonomian yang sangat besar, dan tidak bisa dianggap enteng.
"Begitu kuat Dolar, hati - hati ada harga - harga yang bakal naik. Tapi kalau kuat Rupiah (kurs), harga barang barang terutama yang terkait impor itu jauh lebih murah," kata Presiden Jokowi.
Harga Minyak dan Suku Bunga
Selain pelemahan nilai tukar atau kurs, Presiden Jokowi menyebut dua faktor lainnya yang paling ditakuti pemerintah di seluruh dunia. Hal kedua adalah terkait dengan ancaman kenaikan harga minyak dunia.
Presiden Jokowi menuturkan, meningkatnya konflik dan tensi geopolitik di Timur Tengah baru - baru ini sempat membuat gejolak di pasar keungan . Perang Israel - Palestina yang sempat menarik keterlibatan Iran sempat memicu kenaikan harga minyak dunia.
"Apa yang terjadi kalau harga minyak naik? Jangan dianggap remeh, perang yang jauh dari kita bisa berpengaruh kepada Indonesia. Kalau harga minyak naik karena produki Iran turun, maka semua barang - barang akan ikut naik," kata Presiden Jokowi.
Selanjutnya, hal ketiga yang ditakuti negara - negara dunia saat ini adal faktor suku bunga pinjaman. Naiknya tingkat suku bunga global akan menambah beban pembayaran bunga utang dari berbagai negara.
"Karena semua negara itu memiliki pinjaman, ada yang sampai 220 persen (dari PDB), ada yang 130 persen, dan kita berada di angka 39 persen. Itu sebenarnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang diperbolehkan UU dan lebih rendah dibandingkan negara - negara lain," kata Kepala Negara. (ant/hsb)
Load more