Luhut awalnya diketahui berpandangan bahwa pemberian izin pertambangan tanpa melalui proses lelang tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Bahlil mengakui, Luhut beranggapan bahwa alokasi WIUPK semestinya memang diprioritaskan kepada badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD). Sedangkan untuk badan usaha swasta, dalam hal ini ormas keagamaan, dapat memperoleh izin itu melalui proses lelang.
Luhut juga diketahui mengusulkan bahwa Ormas keagamaan dapat menjadi pemegang saham di BUMN. Selain itu, hak tersebut baru bisa diberikan setelah ormas dianggap memiliki kemampuan finansial dan teknis.
Kendati demikian, Bahlil mengklaim bahwa substansi pandangannya dengan Luhur tetap sama, yakni memberikan kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan.
“Substansinya sama, Pak Menko saya juga ingin kasih organisasi keagamaan, cuma Pak Menko bilang titipkan di BUMN nanti BUMN yang sharing,” ujar Menteri asal Papua tersebut
“Saya memilih tidak lewat BUMN tapi kita memberikan WIUPK langsung, jadi ini kan cuma jalannya saja berbeda tujuannya sama,” imbuhnya.
Bahlil tak berani mengatakan bahwa dirinya dan Luhut terlibat pertentangan hingga adu mulut saat menyampaikan pendapat tersebut.
Load more